Mengenai Saya

Merupakan kumpulan orang-orang yang peduly terhadap keluarga indonesia terutama dari sisi Kesehatan, dimana kebahagiaan tidak akan tercapai pada raga yang sakit. untuk itu misi kami adalah membantu masyarakat dapat hidup dengan sehat dan bahagia

Kamis, 12 Februari 2009

Vaksinasi Kanker Leher Rahim

Vaksinasi Kanker Rahim (Cervical Cancer)

ngedengar Maia ahmad mao vaksinasi Kanker rahim temen kosan saya bilang : “Emang ada ya?!!Bo, mau eike..!!”
eit, tunggu dulu.. jangan sembarang maen mau ajah…. beneran Vaksinasi ini ada?? ada Efek sampingnya kah? dan seberapa jauh pengaruhnya bagi tubuh kita …
Kanker Rahim dan Faktanya !! nama lainnya cervical cancer. Setiap tahunnya sekitar 500.000 perempuan didiagnosa menderita kanker rahim dan lebih dari 250.000 meninggal dunia karena penyakit ini. Total 2,2 juta perempuan di dunia menderita kanker Rahim. Kanker Rahim cenderung muncul pada perempuan berusia 35-55 tahun, namun dapat pula muncul pada perempuan dengan usia yang lebih muda.Di Indonesia, diperkirakan setiap harinya terjadi 41 kasus baru kanker serviks dan 20 perempuan meningal dunia karena penyakit tersebut. penyakit ini cukup adil, kenapa adil? ya karena tidak dalam “peyerangannya’ tidak memandang kaya ataukah miskin, cantik atau tidak, gendut ataukah kurus si objek penderita. Tapi yang pasti si penderita ini (pastilah) memiliki rahim. dengan kata lain. wanita lah sasaran utamanya.
Tentang Vaksin!! Penghasil Vaksin ini pertama kali adalah Gardasil. Vaksin tersebut bekerja dengan mendorong sistem kekebalan tubuh manusia menyerang dua turunan virus papiloma manusia atau HPV(Human Papiloma Virus), yang menyebabkan 70 persen kasus kanker rahim. Uji coba yang dilakukan pada tahun 2005, oleh badan internasional menemukan bahwa vaksin ini 100 persen efektif dalam mencegah kanker stadium dini dan ketidak normalan akibat turunan virus yang muncul sebelum kanker terjadi. Salah satu keuntungan vaksin itu adalah bisa mengganti pemeriksaan rahim dan bisa diterapkan di negara-negara miskin yang tidak bisa membeli peralatan pemeriksaan rahim tersebut.
Vaksin yang masuk ke Indoensia adalah jenis vaksin Quadrivalent HPV, yang dapat memberikan kekebalan pada HPV tipe 6, 11, 16 dan 18. Walau saat ini diketahui ada 120 jenis HPV, hampir 90% kanker serviks disebabkan oleh empat tipe yang ter-cover oleh vaksin quadrivalen tersebut.Efek Samping?? vaksin ini aman dan tidak ada efek samping bila digunakan, pasalnya, vaksin ini juga telah dipakai di Singapura, Thailand dan Malaysia.
Kapan Sebaiknya Vaksinasi ini Diberikan ?? Doktor Eliav Barr, kepala pengembangan klinis Merck, mengatakan vaksin ini kemungkinan bekerja lebih efektif jika diberi kepada anak perempuan sebelum akil balik, kemungkinan saat berusia antara 10-13 tahun. “Ini adalah vaksin pencegahan, jadi sangat penting jika vaksin ini diberikan kepada kaum wanita sebelum terinfeksi. Rata-rata kaum wanita terinfeksi saat berusia antara belasan tahun dan awal dua puluhan. Waktu yang paling optimal untuk memberi vaksin ini adalah sebelum melakukan hubungan seksual pertama kali.”
Harga Vaksin ??? Harga vaksin untuk kanker rahim saat ini masih teramat mahal. Untuk sekali suntik, biayanya berkisar antara Rp900 ribu-Rp1 juta. Penyuntikan sendiri harus diulang pada bulan ke dua setelah suntikan pertama dan enam bulan kemudian. Jadi kisarannya, untuk tiga kali paket suntikan biayanya bisa mencapai Rp3,5 juta lebih. Ini belum termasuk ongkos dokter ongkos ankot dan ongkos ojek namun, diprediksikan dalam 3 hingga 4 tahun ke depan kemungkinan harga vaksin sudah lebih murah dan terjangkau (ngarep mode). Tapi, beberapa sekolah diadakan vaksinasi secara geratis. (mau dunk!!) cuma masa saya nyamar jadi anak smp??
Hadirnya vaksin ini setidakna dapat mengurangi ke”parno”an saya dan mungkin jutaan wanita diluar sana. Lebih baik mencegah dari pada mengobati, bukan? tapi kapan ya? harga vaksinnya turun?? Mao sehat ajah kok mahal!! [protes mode....]

Sumber Glitter Puri

Rabu, 11 Februari 2009

BCG ( BACILLUS CALMETTE-GUERIN )

Penularan penyakit TBC terhadap seorang anak dapat terjadi karena terhirupnya percikan udara yang mengandung kuman TBC. Kuman ini dapat menyerang berbagai organ tubuh, seperti paru-paru (paling sering terjadi), kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal, hati, atau selaput otak (yang terberat). Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan pada bayi yang baru lahir sampai usia 12 bulan, tetapi imunisasi ini sebaiknya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan. Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja. Bila pemberian imunisasi ini "berhasil," maka setelah beberapa minggu di tempat suntikan akan timbul benjolan kecil. Karena luka suntikan meninggalkan bekas, maka pada bayi perempuan, suntikan sebaiknya dilakukan di paha kanan atas. Biasanya setelah suntikan BCG diberikan, bayi tidak menderita demam.

Pemberian Imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit Tuberkulosis ( TBC ), Imnunisasi ini diberikan hanya sekali sebelum bayi berumur dua bulan. Reaksi yang akan nampak setelah penyuntikan imunisasi ini adalah berupa perubahan warna kulit pada tempat penyuntikan yang akan berubah menjadi pustula kemudian pecah menjadi ulkus, dan akhirnya menyembuh spontan dalam waktu 8 – 12 minggu dengan meninggalkan jaringan parut, reaksi lainnya adalah berupa pembesaran kelenjar ketiak atau daera leher, bial diraba akan terasa padat dan bila ditekan tidak terasa sakit. Komplikasi yang dapat terjadi adalah berupa pembengkakan pada daerah tempat suntikan yang berisi cairan tetapi akan sembuh spontan.

Campak

Campak adalah penyakit yang sangat menular yang dapat disebabkan oleh sebuah virus yang bernama Virus Campak. Penularan melalui udara ataupun kontak langsung dengan penderita.Gejala-gejalanya adalah : Demam, batuk, pilek dan bercak-bercak merah pada permukaan kulit 3 – 5 hari setelah anak menderita demam. Bercak mula-mula timbul dipipi bawah telinga yang kemudian menjalar ke muka, tubuh dan anggota tubuh lainnya. Komplikasi dari penyakit Campak ini adalah radang Paru-paru, infeksi pada telinga, radang pada saraf, radang pada sendi dan radang pada otak yang dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen ( menetap ). Pencegahan adalah dengan cara menjaga kesehatan kita dengan makanan yang sehat, berolah raga yang teratur dan istirahat yang cukup, dan paling efektif cara pencegahannya adalah dengan melakukan imunisasi. Pemberian Imunisasi akan menimbulkan kekebalan aktif dan bertujuan untuk melindungi terhadap penyakit campak hanya dengan sekali suntikan, dan diberikan pada usia anak sembilan bulan atau lebih.

CAMPAK DI INDONESIA
Program Pencegahan dan pemberantasan Campak di Indonesia pada saat ini berada pada tahap reduksi dengan pengendalian dan pencegahan KLB. Hasil pemeriksaan sample darah dan urine penderita campak pada saat KLB menunjukkan Igm positip sekitar 70% – 100%. Insidens rate semua kelompok umur dari laporan rutin Puskesmas dan Rumah Sakit selama tahun 1992 – 1998 cenderung menurun, terutama terjadi penurunan yang tajam pada kelompok umur = 90%) dan merata disetiap desa masih merupakan strategi ampuh saat ini untuk mencapai reduksi campak di Indonesia pada tahun 2000. CFR campak dari Rumah Sakit maupun dari hasil penyelidikan KLB selama tahun 1997 – 1999 cenderung meningkat, kemungkinan hal ini terjadi berkaitan dengan dampak kiris pangan dan gizi, namun masih perlu dikaji secara mendalam dan komprehensive. Sidang WHO tahun 1988, menetapkan kesepakatan global untuk membasmi polio atau Eradikasi Polio (Rapo), Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) dan Reduksi Campak (RECAM) pada tahun 2000. Beberapa negara seperti Amerika, Australia dan beberapa negara lainnya telah memasuki tahap eliminasi campak. Pada sidang CDC/PAHO/WHO tahun 1996 menyimpulkan bahwa campak dimungkinkan untuk dieradikasi, karena satu-satunya pejamu (host) atau reservoir campak hanya pada manusia dan adanya vaksin dengan potensi yang cukup tinggi dengan effikasi vanksin 85%. Diperkirakan eradikasi akan dapat dicapai 10 – 15 tahun setelah eliminasi. Program imunisasi campak di Indonesia dimulai pada tahun 1982 dan masuk dalam pengembangan program imunisasi. Pada tahun 1991, Indonesia dinyatakan telah mencapai UCI secara nasional. Dengan keberhasilan Indonesia mencapai UCI tersebut memberikan dampak positip terhadap kecenderungan penurunan insidens campak, khususnya pada Balita dari 20.08/10.000 – 3,4/10.000 selama tahun 1992 – 1997 (ajustment data rutin SST). Walaupun imunisasi campak telah mencapai UCI namun dibeberapa daerah masih terjadi KLB campak, terutama di daerah dengan cakupan imunisasi rendah atau daerah kantong. Tahapan pemberantasan Campak Pemberantasan campak meliputi beberapa tahapan, dengan kriteria pada tiap tahap yang berbeda-beda. a. Tahap Reduksi. Tahap reduksi campak dibagi dalam 2 tahap: Tahap pengendalian campak. Pada tahap ini terjadi penurunan kasus dan kematian, cakupan imunisasi >80%, dan interval terjadinya KLB berkisar antara 4 – 8 tahun. Tahap pencegahan KLB. Pada tahun ini cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi dan merata, terjadi penurunan tajam kasus dan kematian, dan interval terjadinya KLB relative lebih panjang. b. Tahap Eliminasi Pada tahap eliminasi, cakupan imunisasi sudah sangat tinggi (>95%), dan daerah-daerah dengan cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus campak sudah jarang dan KLB hampir tidak pernah ternadi. Anak-anak yang dicurigai tidak terlindung (susceptible) harus diselidiki dan mendapat imunisasi tambahan. C. Tahap Eradikasi Cakupan imunisasi tinggi dan merata, dan kasus campak sudah tidak ditemukan. Transmisi virus sudah dapat diputuskan, dan negara-negara di dunia sudah memasuki tahap eliminasi. Pada TCG Meeting, Dakka, 1999, menetapkan Indonesia berada pada tahap reduksi dengan pencegahan terjadinya KLB. Tujuan Reduksi Campak Reduksi campak bertujuan menurunkan angka insidens campak sebesar 90% dan angka kematian campak sebesar 95% dari angka sebelum program imunisasi campak dilaksanakan. Di Indonesia, tahap reduksi campak diperkirakan dengan insiden menjadi 50/10.000 balita, dan kematian 2/10.000 (berdasarkan SKRT tahun 1982). Strategi Reduksi CampakReduksi campak mempunyai 5 strategi yaitu: Imunisasi Rutin 2 kali, pada bayi 9-11 bulan dan anak Sekolah Dasar Kelas I (belum dilaksanakan secara nasional) dan Imunisasi Tambahan atau Suplemen. Surveilans Campak. Penyelidikan dan Penanggulangan KLB Manajemen Kasus Pemeriksaan Laboratorium Masalah pokok Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia. Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia masih belum sebaik surveilans eradikasi polio. Kendala utama yang dihadapi adalah, kelengkapan data/laporan rutin Rumah Sakit dan Puskesmas yang masih rendah, beberapa KLB campak yang tidak terlaporkan, pemantauan dini (SKD – KLB) campak pada desa-desa berpotensi KLB pada umumnya belum dilakukan dengan baik terutama di Puskesmas, belum semua unit pelayanan kesehatan baik Pemerintah maupun Swasta ikut berkontribusi melaporkan bila menemukan campak. Dukungan dana yang belum memadai, terutama untuk melaksanakan aktif surveilans ke Rumah Sakit dan pengembangan surveilans campak pada umumnya. Surveilans campak sangat penting untuk menilai perkembangan pemberantasan campak dan untuk menentukan strategi pemberantasannya di setiap daerah. Angka Insidens Insidens campak di Indonesia selama tahun 1992 – 1998 dari data rutin Rumah sakit dan Puskesmas untuk semua kelompok umur cenderung menurut dengan keleng - kapan laporan rata-rata Puskesmas kurang lebih 60% dan Rumah sakit 40%. Penurunan Insidens paling tajam terjadi pada kelompok umur Kejadian Luar Biasa (KLB). Dampak keberhasilan cakupan imunisasi campak nasional yang tinggi dapat menekan insidens rate yang cukup tajam selama 5 tahun terakhir, namun di beberapa desa tertentu masih sering terjadi KLB campak. Asumsi terjadinya KLB campak di beberapa desa tersebut, disebabkan karena cakupan imunisasi yang rendah (90%) atau kemungkinan masih rendahnya vaksin effikasi di desa tersebut. Rendahnya vaksin effikasi ini dapat disebabkan beberapa hal, antara lain kurang baiknya pengelolaar: rantai dingin vaksi yang dibawa kelapangan, penyimpanan vaksin di Puskesmas cara pemberian imunisasi yang, kurang baik dan sebagainya. Dari beberapa hasil penyelidikan lapangan KLB campak dilakukan oleh Subdit Surveilans dan Daerah selama tahun 1998 – 1999, terlihat kasus-kasus campak yang belum mendapat imunisasi masih cukup tinggi, yaitu kurang lebih 40% – 100% (Grafik: 9). Dari sejumlah kasus-kasus yang belum mendapat imunisasi tersebut, pada umumnya (>70%) adalah Balita. Frekuensi KLB campak berdasarkan laporan yang dikirim dari seluruh propinsi Indonesia ke Subdit Surveilans melalui laporan (W 1) selam tahun 1994 – 1999 terlihat ber fluktuasi, dan cenderung meningkat dari tahun 1998 – 1999 yaitu dari 32 kejadian menjadi 56 kejadian (grafik: 2). Angka frekuensi tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas laporan W1 dari Propinsi atau Kabupaten/Kota. Daerah-daerah dengan sistern pencatatan dan pelaporan Wl yang cukup intensive dan mempunyai kepedulian yang cukup tinggi terhadap pelaporan Wl KLB, mempunyai kontribusi yang besar terhadap kecenderungan meningkatnya frekuensi KLB campak di Indonesia (Jawa Barat, NTB, Jambi Bengkulu, Yogyakarta). Dari sejumlah KLB yang dilaporkan ke Subdit Surveilans, diperkirakan KLB campak yang sesungguhnya terjadi jauh lebih baik. Dengan pengertian lain, masih cukup banyak KLB campak yang tidak terlaporkan oleh Daerah dengan berbagai kendala. Walaupun frekuensi KLB campak yang dilaporkan mengalami peningkatan, namun jumlah kasusnya cenderung menurun dengan rata-rata kasus setiap KLB selam tahun 1994 – 1999 sekitar 15 – 55 kasus pada setiap kejadian. Berarti besarnya jumlah kasus setiap episode KLB campak selama periode tahun tersebut rata-rata tidak lebih dari 15 kasus (grafik: 3 dan 4). Dari 19 lokasi KLB campak yang diselidiki o1eh Subdit Surveilans dan Daerah serta mahasiswa FETP (UGM) selama tahun 1999, terlihat Attack Rate pada KLB campak dominan pada kelompok umur Balita, (Grafik 5 dan 6'). (pie diagram). Angka proporsi penderita pada KLB campak tahun 1998 – 1999 juga menunjukkan proporsi terbesar pada kelompok umur 1 – 4 tahun dan S – 9 tahun dibandingkan pada kelompok umur yang lebih tua (10 – 14 tahun) grafik:7.
Pada kelompok KLB campak telah dilakukan pengambilan spesimen serologis dan urine untuk memastikan diagnosa lapangan dan mengetahui virus campak. Hasil pemeriksaan sampel serologis dan urine penderita campak pada 12 lokasi KLB campak di beberapa Daerah selama tahun 1998 – 1999 yang diperiksa oleh Puslit. Penyakit Menular Badan Litbangkes RI, menunjukkan IgM positif sekitar 70% – 100%, (tabel: l). Angka tersebut mengindikasikan ketajaman diagnosa campak dilapangan pada saat KLB berlangsung. Angka Fatalitas Kasus (AFP atau CFR) campak di Rumah Sakit maupun pada saat KLB terjadi selama tahun (1997 – 1999) cenderung meningkat, masing-masing dari 0,1% – 1,1% dan 1,7% – 2,4% (grafik 8). Kecenderungan peningkatan CFR ini perlu pengkajian yang mendalam dan koprehensive. Kesimpulan. Insidens Rate Campak dari data rutin selama tahun 1992 – 1998 di Indonesia cenderung menurun untuk semua kelompok umur. Penurutan paling tajam pada kelompok umur

Rabies

Rabies adalah penyakit zoonotik yang disebarkan oleh Virus Rabies ( Rhabdovirus ). Penyakit zoonotik lainnya adalah Toxoplasmosis, Japanese Encephalitis, Leptospirosis. Kota Jakarta sebenarnya sudah tidak ada rabies, namun terdapat resiko penduduk terkena Rabies melalui gigitan anjing, kucing atau kera dari uar Jakarta dan menunjukan gejala Rabies di Jakarta. Angka kematian ( fatalitas ) masih 100%. Penderita Rabies diisolasi secara ketat dalam ruangan khusus.
1. Penyakit Rabies disebabkan oleh virus rabies.
2. Rabies di Jawa Barat pertama kali ditemukan pada hewan tahun 1894, sampai saat ini masih belum dapat diberantas secara tuntas dan menyebabkan Jawa Barat merupakan satu-satunya propinsi di Pulau Jawa yang belum bebas dari penyakit rabies.
3. Penyakit rabies menular pada manusia melalui gigitan hewan penderita rabies atau dapat pula melalui luka yang terkena air liur hewan penderita rabies.

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN
1. Anjing peliharaan, tidak boleh dibiarkan lepas berkeliaran, harus didaftarkan ke Kantor Kepala Desa / Kelurahan atau Petugas Dinas Peternakan setempat.
2. Anjing harus diikat dengan rantai yang panjangnya tidak boleh lebih dari 2 meter.
3. Anjing yang hendak dibawa keluar halaman harus diikat dengan rantai tidak lebih dari 2 meter dan moncongnya harus menggunakan berangus (beronsong).
4. Pemilik anjing wajib untuk menvaksinasi rabies.
5. Anjing liar atau anjing yang diliarkan harus segera dilaporkan kepada petugas Dinas Peternakan atau Pos Kesehatan Hewan untuk diberantas / dimusnahkan.
6. Kurangi sumber makanan di tempat terbuka Untuk mengurangi anjing liar atau anjing yang diliarkan.
7. Daerah yang terbebas dari penyakit rabies, harus mencegah masuknya anjing, kucing, kera dan hewan sejenisnya dari daerah tertular rabies.
8. Masyarakat harus waspada terhadap anjing yang diliarkan dan segera melaporkannya kepada Petugas Dinas Peternakan atau Posko Rabies.

PENANGANAN HEWAN RABIES
1. Hewan yang telah menggigit manusia harus diusahakan tertangkap dan jangan dibunuh, laporkan kepada petugas Dinas Peternakan, Pos Kesehatan Hewan atau diserahkan langsung kepada Dinas Peternakan setempat untuk dilakukan observasi selama 14 hari.
2. Hewan yang telah menggigit manusia dan tertangkap tetapi terpaksa dibunuh atau mati, kepalanya harus diserahkan kepada Dinas Peternakan setempat sebagai bahan pemeriksaan laboratorium.

GEJALA PENYAKIT RABIES
1. Hewan yang menjadi garang atau ganas ( furious rabies)
2. Sikap hewan tenang ( dum rabies )

TINDAKAN PADA ORANG YANG DIGIGIT HEWAN TERSANGKA RABIES
1. Cuci luka bekas gigitan dengan sabun kemudian keringkan dengan lap yang bersih atau kapas.
2. Luka yang sudah bersih dan kering diberi alkohol 70% kemudian diberi obat merah , Iodium atau Betadine. Penderita segera dikirim ke Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat

IMUNISASI

Apa yang seharusnya diketahui oleh setiap keluarga dan masyarakat mengenai imunisasi ?. Tanpa Imunisasi, Kira-kira 3 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit campak. 2 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena batuk rejan. 1 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit tetanus. Dan dari setiap 200.000 anak, 1 akan menderita penyakit polio. Imunisasi yang dilakukan dengan memberikan vaksin tertentu akan melindungi anak terhadap penyakir-penyakit tertentu. Walaupun pada saat ini fasilitas pelayanan untuk vaksinasi ini telah tersedia di masyarakat, tetapi tidak semua bayi telah dibawa untuk mendapatkan imunisasi yang lengkap. Bilamana fasilitas pelayanan kesehatan tidak dapat memberikan Imunisasi dengan pertimbangan tertentu, orang tua dapat menghubungi seseorang Dokter (Dokter Spesialis Anak) untuk mendapatkannya.Tujuan Imunisasi:Untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit.

Manfaat Imunisasi:
(1)Untuk Anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian.
(2)Untuk Keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.
(3)Untuk Negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara. Perlukah Imunisasi ulang?Imunisasi perlu diulang untuk mempertahankan agar kekebalan dapat tetap melindungi terhadap paparan bibit penyakit.

Dimana mendapatkan imunisasi?
(1)Di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).
(2)Di Puskesmas, Rumah Sakit Bersalin, BKIA atau Rumah Sakit Pemerintah.
(3)Di Praktek Dokter/Bidan atau Rumah Sakit Swasta.

Apakah Imunisasi Difteri, Pertusis (Batuk Rejan), Tetanus (DPT) dapat diberikan bersama-sama Imunisasi polio? Imunisasi DPTdan polio dapat diberikan bersamaan waktunya.

Efek samping Imunisasi:
Imunisasi kadang dapat mengakibatkan efek samping. Ini adalah tanda baik yan membuktikan bahwa vaksin betuk-betul bekerja secara tepat.
Efek samping yang biasa terjadi adalah sebaagai berikut:

BCG:
Setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan kecil dan merah ditempat suntikan. Setelah 2 – 3 minggu kemudian pembengkakan menjadi abses kecil dan kemudian menjadi luka dengan garis tengah ± 10 mm. Luka akan sembuh sendiri dengan meninggalkan luka parut yang kecil.

DPT:
Kebanyakan bayi menderita panas pada waktu sore hari setelah mendapatkan imunisasi DPT, tetapi panas akan turun dan hilang dalam waktu 2 hari. Sebagian besar merasa nyeri, sakit, merah atau bengkak di tempat suntikan. Keadaan ini tidak berbahaya dan tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus, akan sembuh sendiri. Bila gejala tersebut tidak timbul tidak perlu diragukan bahwa imunisasi tersebut tidak memberikan perlindungan dan Imunisasi tidak perlu diulang.

POLIO:
Jarang timbuk efek samping.

CAMPAK:
Anak mungkin panas, kadang disertai dengan kemerahan 4 – 10 hari sesudah penyuntikan.

HEPATITIS:
Belum pernah dilaporkan adanya efek samping.Perlukah pemerikasaan darah sebelum pemberian Imunisasi Hepatitis?Untuk bayi berumur lebih dari 1 tahun seyogyanya dilakukan pemerikasaan darah.

TETANUS TOXOID:
Efek samping TT untuk ibu hamil tidak ada. Perlu diingat efek samping imunisasi jauh lebih ringan dari pada efek penyakit bila bayi tidak diimunisasi.Untuk apakah Imunisasi ini?Kelompok yang paling penting untuk mendapatkan Imunisasi Imunisasi adalah bayi dan balita karena meraka yang paling peka terhadap penyakit dan ibu-ibu hamil serta wanita usia subur. Apakah Imunisasi Dasar dan beberapa kali diberikan?Imunisasi Dasar diberikan untuk mendapat kekebalan awal secara aktif.Kekebalan Imunisasi Dasar perlu diulang pada DPT, Polio, Hepatitis agar dapat melindungi dari paparan penyakit.Pemberian Imunisasi Dasar pada Campak, BCG, tidak perlu diulang karena kekebalan yang diperoleh dapat melindungi dari paparan bibit penyakit dalam waktu cukup lama.(dari berbagai sumber)

Mengenal Demam Tiphoid

Penyakit Demam Tifoid adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Salmonella Typhi yang masuk melalui saluran pencernaan dan menyebar keseluruh tubuh ( sistemik), Bakteri ini akan berkembang biak di kelenjar getah bening usus dan kemudian masuk kedalam darah sehingga meyebabkan penyebaran kuman dalam darah dan selanjutnya terjadilah peyebaran kuman kedalam limpa, kantung empedu, hati, paru-paru, selaput otak dan sebagainya. Gejala-gejalanya adalah : Demam, dapat berlangsung terus menerus. Minggu Pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore / malam hari. Minggu Kedua, Penderita terus dalam keadaan demam. Minggu ketiga, suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali diakhir minggu. Gangguan Pada Saluran Pencernaan, Nafas tak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah ditutupi selaput lendir kotor, ujung dan tepinya kemerahan. Bisa juga perut kembung, hati dan limpa membesar serta timbul rasa nyeri bila diraba. Biasanya sulit buang air besar, tetapi mungkin pula normal dan bahkan dapat terjadi diare. Gangguan Kesadaran, Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak seberapa dalam, yaitu menjadi apatis ( acuh tak acuh) sampai somnolen ( mengantuk ) Bakteri ini disebarkan melalui tinja. Muntahan, dan urin orang yang terinfeksi demam tofoid, yang kemudian secara pasif terbawa oleh lalat melalui perantara kaki-kakinya dari kakus kedapur, dan mengkontaminasi makanan dan minuman, sayuran ataupun buah-buahan segar. Mengkonsumsi makanan / minuman yang tercemar demikian dapat menyebabkan manusia terkena infeksi demam tifoid. Salah satu cara pencegahannya adalah dengan memberikan vaksinasi yang dapat melindungi seseorang selama 3 tahun dari penyakit Demam Tifoid yang disebabkan oleh Salmonella Typhi. Pemberian vaksinasi ini hampir tidak menimbulkan efek samping dan kadang-kadang mengakibatkan sedikit rasa sakit pada bekas suntikan yang akan segera hilang kemudian.

Kamis, 22 Januari 2009

Cahaya Rembulan Ditengah Malam


Ahmad Yhusna Pranandya
Tempat Lahir : Majalengka
Tanggal Lahir : 01 Maret 2006
Anak Pertama kami...

Generasi Penerus Penuh Harapan


Vaksinasi Influenza Pada Anak

I.1. Latar Belakang

Di negara berkembang penyebab kematian terbesar adalah penyakit infeksi. Salah satu usaha pencegahan terhadap timbulnya penyakit infeksi adalah dengan melaksanakan imunisasi. Dari segi ekonomi, pencegahan adalah suatu cara perlindungan terhadap infeksi yang paling efektif dan jauh lebih murah daripada mengobati.
Imunisasi merupakan upaya pencegahan primer yaitu upaya untuk menghindari terjadinya sakit atau kejadian yang mengakibatkan seseorang sakit atau menderita cedera dan cacat. World Bank menyatakan imunisasi harus menjadi investasi pertama program kesehatan masyarakat bagi pemerintah di seluruh dunia karena merupakan intervensi kesehatan yang paling menguntungkan dari segi biaya. Dan perlu ditekankan bahwa pemberian imunisasi tidak hanya memberikan pencegahan terhadap orang yang diimunisasi, tetapi akan memberikan dampak yang jauh lebih luas karena akan mencegah terjadinya penularan yang luas dengan adanya peningkatan imunitas secara umum di masyarakat.
Di Indonesia sudah digalakkan program imunisasi terutama pada anak yang termasuk dalam Program Pengembangan Imunisasi (PPI). Di samping itu banyak usaha imunisasi lain yang tidak termasuk dalam PPI (non PPI), salah satunya adalah imunisasi influenza. Imunisasi influenza merupakan salah satu strategi untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat penyakit influenza. Keuntungan terbesar imunisasi ini adalah bagi orang yang memiliki risiko tinggi menderita influenza berat dan komplikasinya.
Penyakit influenza merupakan penyakit yang sangat menular dan dapat menyebabkan epidemi maupun pandemi. Di negara subtropis angka kejadian influenza meningkat bahkan dapat menyebabkan kejadian luar biasa hampir setiap musim dingin tiba. Di Amerika Serikat, influenza menyebabkan ±20.000 kematian per tahun. Kelompok penderita influenza terbanyak adalah anak-anak, tetapi komplikasi dan kematian tertinggi terjadi pada orang usia >65 tahun dan orang yang memiliki risiko tinggi. Di Jepang, pelaksanaan program imunisasi influenza pada anak sekolah mencegah 37.000-49.000 kematian per tahun, atau sekitar 1 kematian untuk setiap 420 anak yang diimunisasi. Program tersebut juga mengurangi angka transmisi infeksi dalam masyarakat.1-3
Pada anak usia 0-4 tahun, angka rawat inap rumah sakit adalah 1:1000 anak sehat dan 1:2000 anak dengan penyakit dasar. Angka rawat inap rumah sakit pada bayi sama dengan orang usia >65 tahun. Rata-rata rawat inap akibat influenza adalah 114.000 per tahun, >50% pasien adalah usia <65>65 tahun, anak-anak kecil, dan orang dengan penyakit dasar inilah yang mendorong Advisory Committe on Immunization Practices (ACIP) terakhir pada tahun 2002 menyusun rekomendasi mengenai imunisasi influenza.1,2
Imunisasi influenza cukup bermanfaat, namun sosialisasi penerapan imunisasi ini di masyarakat hanya sedikit meningkatkan penggunaan vaksin. Penyakit influenza oleh banyak orang dianggap penyakit yang ringan, sedangkan influenza pada kelompok risiko tinggi dapat menyebabkan komplikasi dan kematian. Setelah menyadari keadaan ini, maka pada tahun 1999 American Family of Physician (AFP) menurunkan umur penggunaan imunisasi mulai pada usia 50 tahun sedangkan The Advisory Committee on Immunization Practice (ACIP) juga merekomendasikan imunisasi dimulai pada usia 50 tahun.1

I.2. Permasalahan

Di Indonesia imunisasi influenza sudah dilakukan, namun pemberiannya masih terbatas kepada para jamaah haji sebelum berangkat ke Arab Saudi, sesuai dengan anjuran dari Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI pada tahun 2000. Imunisasi influenza pada jamaah haji hanya dianjurkan pada kelompok berisiko tinggi tertentu saja, seperti jamaah usia >65 tahun, memiliki penyakit jantung, paru kronik, diabetes mellitus dan jamaah yang sistem imunnya terganggu.
Sampai saat ini belum terdapat laporan resmi regional maupun nasional mengenai insidens, angka morbiditas dan mortalitas influenza karena sebagian besar orang masih menganggap bahwa influenza merupakan penyakit yang ringan. Imunisasi influenza masih merupakan suatu kontroversi baik dari waktu pemberian, sasaran pemberian maupun cost effectiveness bila diterapkan di Indonesia.
Dalam rekomendasi yang dibuat oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dalam Buku Imunisasi di Indonesia, imunisasi diberikan pada anak dengan kelainan jantung bawaan serta penyakit kronik lainnya, serta yang mendapat terapi imunosupresif. Konsensus Imunisasi Dewasa Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) menganjurkan penggunaan imunisasi influenza pada orang yang berusia 50 tahun atau lebih atau pada orang lebih muda yang mempunyai penyakit kronik. Hal itulah yang mendorong dilakukannya kajian tentang imunisasi influenza bagi anak dan dewasa, sebagaimana himbauan WHO kepada negara yang belum memiliki kebijakan nasional imunisasi influenza tentang pengaruh epidemi influenza terhadap perekonomian sebagai dasar menetapkan kebijakan pencegahan influenza.

I.3. Tujuan

Terwujudnya kajian ilmiah sebagai dasar rekomendasi kepada pemerintah dalam menetapkan kebijakan mengenai pemberian imunisasi influenza untuk anak dan dewasa.




Bab II

INFLUENZA

II.1. Etiologi

Virus influenza adalah virus RNA, termasuk famili Orthomyxovirus, berantai tunggal dan berbentuk heliks. Sesuai dengan antigen dasarnya dibagi menjadi tiga tipe yaitu A, B dan C. Virus ini dibagi menjadi beberapa subtipe berdasarkan antigen permukaannya yaitu hemaglutinin (H) dan neuraminidase (N). Tiga tipe hemaglutinin yang ada pada manusia (H1, H2, H3) berperan dalam penempelan virus pada sel. Dua tipe neuraminidase (N1, N2) berperan dalam penetrasi virus ke dalam sel.1,2,4-10 Variasi kedua glikoprotein eksternal H dan N, adakalanya berubah secara periodik, hal ini menyebabkan perubahan antigenitas. Antigenic shift merupakan perubahan besar (major) salah satu antigen permukaan (H atau N), yang dapat menyebabkan pandemi. Antigenic drift merupakan perubahan kecil (minor) pada antigen permukaan yang timbul diantara major shift dan bisa dihubungkan dengan epidemi (Pickering dkk., 2000).1,2, 4-12
Infuenza tipe A menyebabkan penyakit sedang-berat dan dapat menyerang semua umur. Virus ini menyerang manusia dan binatang lain, seperti babi dan burung. Influenza tipe B biasanya menyebabkan penyakit yang lebih ringan daripada tipe A, dan terutama menyerang anak-anak. Influenza tipe B lebih stabil daripada influenza tipe A, dengan sedikit antigenic drift dan menyebabkan imunitas yang cukup stabil. Virus ini hanya menyerang manusia. Influenza tipe C dilaporkan jarang menyebabkan sakit pada manusia, kemungkinan karena sebagian besar kasus bersifat subklinis dan tidak menyebabkan epidemi.1,2,4-12
Virus influenza mempunyai kemampuan untuk merubah antigen. Perubahan antigen ini sering terjadi pada influenza tipe A, tetapi kurang pada tipe B, dan tidak pernah pada tipe C. Perubahan ini terjadi pada antigen permukaannya yaitu H dan N.
Terdapat dua macam mutasi tergantung besar atau kecilnya perubahan RNA, yaitu:
·
· Antigenic shift, hanya terjadi pada influenza tipe A; perubahan genetik yang besar dan mendadak pada HA dan/atau NA; tidak ada imunitas di masyarakat; mengakibatkan pandemi setiap 10-40 tahun sekali (Gambar 1).






·
·

Rekombinasi RNA
Sel pejamu
yang terinfeksi
Virus “baru”

strain manusia
strain burung
Penyusunan kembali RNA
menghasilkan subtipe baru
Menghasilkan subtipe baru: HA”baru” dan/atau NA”baru”
SHIFT








Gambar 1. Antigenic shift

· Antigenic drift, hanya terjadi pada influenza tipe A dan B; terjadi setiap 1 atau beberapa tahun dalam satu subtipe; mutasi p2222ada asam amino RNA; tidak menghasilkan subtipe baru; dan dapat menyebabkan terjadinya epidemi (Gambar 2).


A/H3N2
mutasi RNA
Sel pejamu
yang terinfeksi
segmen RNA
satu atau lebih
perubahan
asam amino
DRIFT
A/H3N2











Gambar 2. Antigenic drift

Nomenklatur untuk mendeskripsikan tipe virus influenza adalah berurutan sebagai berikut: (1) tipe virus, (2) tempat dimana virus pertama kali diisolasi, (3) nomor strain, (4) tahun isolasi, (5) subtipe virus.1,2

II.2. Epidemiologi

Influenza timbul di seluruh bagian dunia dan mengenai 10-20% dari total populasi dunia. Manusia adalah satu-satunya reservoir untuk influenza tipe B dan C, sedangkan influenza tipe A dapat menginfeksi manusia dan binatang. Tidak ada yang disebut sebagai karier kronik. Influenza ditularkan melalui droplet dari orang yang terinfeksi. Cara penularan lain yang jarang adalah melalui kontak erat.1,2,4,5
Aktivitas influenza timbul terutama pada musim dingin dan mencapai puncaknya dari Desember sampai Maret di daerah yang beriklim subtropis, tetapi dapat pula timbul lebih awal atau lebih lambat. Selama tahun 1976-2001, di Amerika Serikat aktivitas puncak timbul paling sering pada bulan Januari (24%) dan Februari (40%) dan rata-rata terjadi 20.000 kematian per tahun. Pada daerah tropis influenza dapat timbul setiap saat selama setahun. 1,2
Influenza juga dapat menyebabkan pandemi bila angka morbiditas dan mortalitas komplikasi akibat influenza meningkat secara bermakna di seluruh dunia. Influenza dapat menyerang semua kelompok umur. Angka kejadian infeksi tertinggi adalah pada anak-anak, sedangkan angka kejadian penyakit serius dan kematian tertinggi adalah pada orang usia ≥65 tahun dan orang yang berisiko tinggi menderita komplikasi akibat influenza.1,2 Pada anak usia 0-4 tahun, angka perawatan rumah sakit adalah 1:2000 orang yang berisiko tinggi dan 1:1000 orang yang tidak berisiko tinggi. Dalam kelompok usia 0-4 tahun, angka perawatan rumah sakit tertinggi adalah anak umur 0-1 tahun dan angka ini sama dengan angka yang ditemukan pada orang usia ≥65 tahun.1,2
Selama epidemi influenza tahun 1969-1970 sampai 1994-1995, angka perawatan rumah sakit di Amerika Serikat berkisar antara 16.000 sampai 220.000 per epidemi, rata-rata 114.000 per tahun perawatan, dengan 57% dari yang dirawat adalah usia <65 tahun. Sejak pandemi virus influenza tipe A pada tahun 1968, terjadi peningkatan angka perawatan rumah sakit akibat influenza selama epidemi yang disebabkan virus influenza tipe A, dengan perkiraan rata-rata 142.000 per tahun.1,2
Kematian akibat influenza dapat disebabkan oleh pneumonia, ataupun eksaserbasi penyakit kardiopulmonal dan penyakit kronik lainnya. Pada penelitian epidemi influenza yang terjadi dari tahun 1972-1973 sampai 1994-1995, kematian terjadi selama 19 dari 23 epidemi influenza. Selama 19 musim influenza tersebut, perkiraan angka kematian akibat influenza kira-kira 30 sampai >150 kematian per 100.000 orang usia ≥65 tahun. Lebih dari 90% kematian adalah orang lanjut usia karena pneumonia dan influenza. 1,2

II.3. Patogenesis

Virus influenza masuk ke dalam saluran napas melalui droplet, kemudian menempel dan menembus sel epitel saluran napas di trakea dan bronkus. Infeksi dapat terjadi bila virus menembus lapisan mukosa non-spesifik saluran napas dan terhindar dari inhibitor non-spesifik serta antibodi lokal yang spesifik. Daerah yang diserang adalah sel epitel silindris bersilia. Selanjutnya terjadi edema lokal dan infiltrasi oleh sel limfosit, histiosit, sel plasma dan polimorfonuklear. Nekrosis sel epitel ini terjadi pada hari pertama setelah gejala timbul. Perbaikan epitel dimulai pada hari ke-3 dan ke-5 dengan terlihatnya mitosis sel pada lapisan basal. Respons pseudometaplastik dari epitelium yang undifferentiated timbul. Puncaknya dicapai pada hari ke–9 sampai ke-15 setelah awitan penyakit. Setelah 15 hari, tampak produksi mukus dan silia kembali seperti sediakala. Adanya infeksi sekunder menyebabkan reaksi infiltrasi sel radang lebih luas dan kerusakan pada lapisan sel basal dan membrana basalis lebih hebat, yang akan mengakibatkan terhambatnya regenerasi sel epitel bersilia.8 Kemudian virus bereplikasi di dalam sel pejamu yang menyebabkan kerusakan sel pejamu. Viremia tidak terjadi. Virus terlindung di dalam sekret dari saluran napas selama 5-10 hari.1

II.4. Manifestasi Klinis

Masa inkubasi biasanya hanya 2 hari, tetapi dapat bervariasi antara 1 sampai 5 hari. Tingkat keparahan influenza tergantung pada riwayat imunologik terdahulu dengan antigen varian virus. Secara umum, hanya 50% dari orang yang terinfeksi influenza akan timbul gejala klinis klasik influenza.
Penyakit influenza klasik ditandai dengan demam, mialgia, sakit tenggorokan, dan batuk yang tidak produktif secara tiba-tiba. Demam berkisar antara 38,3-38,9°C. Gejala demam muncul secara mendadak sehingga pasien dapat memberitahukan waktu yang tepat kapan demam muncul. Mialgia terutama dirasakan di otot punggung. Batuk terjadi sebagai akibat destruksi epitel trakea. Gejala tambahan lain dapat berupa rinorea, sakit kepala, rasa terbakar substernal dan gejala okular (nyeri dan sensitif terhadap cahaya).1,2,8
Gejala sistemik dan demam biasanya berlangsung selama 2–3 hari, jarang yang lebih dari 5 hari. Gejala akan berkurang dengan pemberian asetosal atau asetaminofen. Asetosal tidak boleh diberikan pada bayi, anak-anak, maupun remaja karena risiko terjadinya sindrom Reye setelah infeksi influenza. Penyembuhan biasanya cepat, tetapi beberapa orang akan menjadi astenia dan depresi selama beberapa minggu.1,2,8

II.5. Diagnosis

Diagnosis influenza ditegakkan berdasarkan karakteristik manifestasi klinis, terutama jika telah dilaporkan adanya influenza dalam masyarakat. Pemeriksaan laboratorium rutin kurang berperan dalam menegakkan diagnosis banding influenza dengan penyakit saluran napas yang disebabkan oleh virus lain. Pada anak, manifestasi pemeriksaan darah bervariasi, bahkan pada bayi tampak gambaran leukositosis. Foto toraks bermanfaat untuk menyatakan adanya penyulit pneumonia lobaris atau interstisial.1,2,8
Diagnosis pasti influenza bergantung pada isolasi atau deteksi komponen virus dari sekret saluran napas atau adanya kenaikan yang bermakna titer antibodi serum pada masa penyembuhan. Diagnosis serologik yang cukup menjanjikan adalah pengukuran antibodi terhadap hemaglutinin influenza dengan menggunakan metode ELISA. Uji ini sederhana dan mempunyai kelebihan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibodi IgA, IgM dan IgG.1,2,8

II.6. Komplikasi

Komplikasi sering terjadi pada bayi, anak kecil, anak dengan risiko tinggi dan orang lanjut usia. Komplikasi yang paling sering adalah pneumonia, terutama pneumonia bakteri (karena Streptoccocus pneumoniae, Haemophilus infuenzae, atau Staphyloccus aureus). Pneumonia virus primer merupakan komplikasi yang jarang ditemui namun tingkat fatalitasnya tinggi. Sindrom Reye adalah komplikasi yang mungkin timbul pada anak yang mendapatkan asetosal, terutama berhubungan dengan influenza tipe B, ditandai dengan muntah yang berat dan penurunan kesadaran sampai koma karena edema otak. Komplikasi lain adalah miokarditis, perburukan bronkitis kronik dan penyakit paru kronik lainnya. Angka kematian adalah 0,5–1 per 1000 kasus. Sebagian besar kematian terjadi pada usia ≥65 tahun.1,2,4-10



Bab III
METODOLOGI PENILAIAN

III.1. Strategi Penelusuran Kepustakaan

Penelusuran artikel dilakukan melalui Medline, New England Journal of Medicine, Centers for Diseases Control and Prevention, British Medical Journal, Annals of Internal Medicine, Pediatrics, Archives Disease Children dalam 15 tahun terakhir (1989-2003). Informasi juga didapatkan dari pedoman maupun buku penuntun imunisasi beberapa negara (Australia, Kanada, Indonesia) dengan kata kunci influenza vaccination, influenza immunization, influenza vaccine, adult dan children.

Tabel 1. Berbagai penelitian tentang imunisasi influenza pada anak
Peneliti
Metode
Sampel dan
jumlah sampel
Vaksin yang digunakan
Hasil
Kesimpulan
Nichol dkk
Randomized, double-blind, placebo controlled trial
849 pekerja dewasa umur 18-64 tahun
Vaksin influenza trivalen
Penurunan 25% dalam demam, 43% hari sakit, 44% hari kunjungan ke RS
Imunisasi influenza menguntungkan dari segi kesehatan dan ekonomi untuk pekerja dewasa.
Nichol dkk
Studi kohort
1898 orang lanjut usia dengan penyakit paru kronik
Tidak disebutkan
Angka perawatan RS (RR=0,38), & risiko kematian (OR=0,30) turun
Imunisasi menu-runkan kunjungan ke dokter, perawat-an RS & kematian.
Reichert dkk


Tidak disebutkan

Pada anak sekolah memberi perlin-dungan, mengu-rangi mortalitas
Gonzales dkk
Uncontrolled study
67 anak usia 6 bulan - 3 tahun.
Dua dosis vaksin influ-enza inaktif (0,25ml), dg rentang 1 bulan
13% segera ditemukan papul setelah injeksi, 9% reaksi lokal dan 28% reaksi sistemik.
Imunisasi influenza inaktif aman dan imunogenik untuk anak umur 6 bulan – 3 tahun

White dkk
Analisis biaya, meliputi langsung dan tidak langsung
Anak usia sekolah (dari TK sampai tingkat 12)
Tidak disebutkan
Penghematan US$ 4 pada imunisasi atas inisatif sendiri, & US$ 35 pd imu-nisasi kelompok
Imunisasi infuenza untuk anak sekolah potensial menguntungkan bagi masyarakat.
The American Lung Associaton astma clinical research center
Randomized, double blind, placebo-controlled, crossover
2032 pasien dengan asma umur 3- 64 tahun
Vaksin influenza inaktif, split
Frekuensi eksa-serbasi asma = antara kel. plasebo & yang diimunisasi dari segi umur, dera- jat asma dll.
Imunisasi influenza aman diberikan pada orang dewasa dan anak dengan influenza termasuk asma berat.


Tabel 2. Berbagai penelitian tentang imunisasi influenza pada dewasa

Peneliti
Metode
Sampel dan
jumlah sampel
Vaksin yang digunakan
Hasil
Kesimpulan
Nichol dkk
Studi Kohort
140.055 (55,5% diimunisasi) usila pada tahun 1998-1999, dan 146.328 (59,7% diimunisasi) pada 1999-2000
Tidak disebutkan
Menurunnya risiko perawatan RS karena penyakit jantung (19%), serebrovasku-lar (16% pada musim 1, dan 23% pada musim 2), pneumonia dan influenza ( 32%- musim 1 dan 29%- musim 2), total kema-tian (48% musim 1 dan 50% musim 2)
Vaksin influenza pada orang usila mengurangi risiko perawatan RS karena sakit jantung, serebrovaskuler, pneumonia, influenza dan menurunkan angka kematian total.
Heikinen dkk
Controlled trial
187 anak usia 1-3 tahun

Insidens otitis media yang berhubungan dengan ifluenza A berkurang 83% pada kelompok yang diimunisasi.
Vaksin influenza mengurangi insidens otitis media akut pada musim imunisasi.
Clemens dkk
Studi kohort
186 anak usia 6-30 bulan
Vaksin influenza trivalen
Vaksin influenza protektif terhadap otitis media akut selama musim influenza (95%CI:0,49-0,98)
Vaksin influenza menurunkan insidens otitis media pada anak umur 6-30 bulan selama musim influenza.
Belshe dkk
Randomized, double blind, placebo controlled trial
Anak sehat usia 15-71 bulan
Vaksin influenza live attenuated, cold adapted, trivalent, intranasal
Efektivitas vaksin 93%(CI 95%: 88-96)
Vaksin influenza live attenuated, cold adapted, intranasal efektif dan imunogenik terhadap influenza A dan B pada anak sehat.
Luce dkk
Cost effective analysis pada studi prospek-tif, selama kurun waktu 1996 & 1998.
1602 Anak sehat usia 15-71 bulan pada tahun I dan 1358 anak pada tahun II.
Vaksin influenza intranasal
CE kira-kira $30/ hari , bervariasi antara US$ 10-69/hari atau US$ 10-40/dosis
Vaksin influenza intranasal rutin pada anak sehat mungkin cukup cost effective.
III.2. Pengumpulan Data Lokal
Di Indonesia sudah dilakukan penelitian oleh Badan Litbangkes Departemen Kesehatan RI tentang penurunan kesakitan mirip influenza (Influenza-like illness, ILI) dengan imunisasi influenza di kalangan jamaah haji Indonesia yang akan berangkat ke Arab Saudi. Yang diukur dalam penelitian tersebut adalah ingin mengetahui seberapa jauh vaksin influenza dapat menurunkan penyakit yang secara klinis mirip influenza. Penelitian dilakukan pada 3 kloter dengan jumlah sampel sebanyak 1350 jamaah haji. Hasil penelitian ini sedang diolah dan dianalisis sehingga belum dipublikasikan.13
Dari penelitian yang dilakukan oleh Kabat dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-Surabaya tahun 2003, didapat Kejadian Ikutan Pascaimunisasi (KIPI) berupa gejala lokal pada tempat suntikan seperti sakit, merah atau bengkak (sebesar 10%) dan timbul demam 6-24 jam setelah penyuntikan.13
III.3. Level of Evidence dan Tingkat Rekomendasi
Setiap artikel yang diperoleh dilakukan penilaian kritis (critical appraisal) berdasarkan kaidah evidence based medicine, kemudian ditentukan levelnya. Rekomendasi yang ditetapkan akan ditentukan tingkat rekomendasinya. Level of evidence dan tingkat rekomendasi diklasifikasikan berdasarkan definisi dari Scottish Intercollegiate Guidelines Network yang berasal dari US Agency for Health Care Policy and Research.
Level of evidence :
Ia. Meta-analysis dari randomized controlled trials.
Ib. Minimal satu randomized controlled trials.
IIa. Minimal satu non-randomized controlled trials.
IIb. Studi kohort dan / atau kasus kontrol
IIIa. Studi Cross-sectional
IIIb. Seri kasus dan laporan kasus
IV. Konsensus dan pendapat ahli

Rekomendasi :
A. Evidence yang termasuk dalam tingkat Ia atau Ib
B. Evidence yang termasuk dalam tingkat IIa atau II b
C. Evidence yang termasuk dalam tingkat IIIa, IIIb atau IV










Bab IV
DISKUSI
IV.1. Karakteristik
Vaksin influenza yang tersedia di Amerika Serikat berisi virus influenza inaktif. Terdapat empat macam vaksin yaitu whole-killed virus, attenuated-live virus, split-virus dan disrupted-virus vaccine. Hanya vaksin disrupted dan split virus yang tersedia di Amerika Serikat. Vaksin ini disiapkan dengan menggunakan pelarut organik atau detergen. Split vaksin menyebabkan reaksi samping yang lebih sedikit dibandingkan whole-killed virus vaccine. Selama 20 tahun terakhir telah dikembangkan jenis vaksin lain yaitu cold attenuated live vaccine. Vaksin ini digunakan secara luas di Rusia untuk orang dewasa.1,2,4-12
Formula vaksin influenza diperbaharui tiap tahun sehingga perubahan komposisi dapat dilakukan menyesuaikan dengan antigenic shift dan antigenic drift. Saat ini vaksin influenza yang tersedia mengandung tiga virus inaktif yaitu dua tipe A (H3N2 dan H1N1) dan satu tipe B. Vaksin ini mengandung 15 ug antigen hemaglutinin masing-masing strain virus per 0,5 ml. Selain itu vaksin influenza juga mengandung thimerosal sebagai pengawet dan protein telur. Vaksin influenza yang tersedia di dunia ada dalam berbagai nama dagang antara lain Fluvax®-CSL, Vaxigrip®-AP, Fluarix®-GSK, Fluvirin®-Medeva Agripal-Chiron, sebagian sudah terdaftar di Indonesia.4
Terdapat dua tipe vaksin yang direkomendasikan oleh WHO, yaitu untuk belahan bumi Utara dan Selatan. Komposisi vaksin influenza utara dan selatan untuk musim influenza November 2003 - April 2004 (belahan bumi Utara) dan Mei 2003 - Oktober 2003 (belahan bumi Selatan) harus terdiri dari strain A/New Caledonia/20/99(H1N1)-like virus, A/Moscow/10/99(H3N2)-like virus dan B/HongKong/330/2001-like virus.14
IV.2. Kelompok Target
· Orang yang berisiko tinggi menderita komplikasi karena infeksi influenza, yaitu: orang berusia ≥65 tahun, orang yang tinggal menetap pada rumah perawatan dan fasilitas perawatan jangka panjang lainnya yang merawat orang dengan penyakit kronik, dewasa dan anak-anak dengan kelainan kronik sistem pernapasan atau kardiopulmonal, termasuk asma, dewasa dan anak-anak yang memerlukan pemeriksaan medis teratur atau perawatan rumah sakit sebelumnya akibat penyakit metabolik kronik (termasuk diabetes mellitus), disfungsi ginjal, hemoglobinopati atau imunosupresan (termasuk imunosupresan karena obat-obatan, virus HIV), anak-anak dan remaja (usia 6 bulan–18 tahun) yang mendapat terapi asetosal jangka panjang, yang mungkin berisiko menderita sindrom Reye setelah infeksi influenza, wanita yang memasuki usia kehamilan trimester kedua atau ketiga pada saat musim influenza.1,2,4-11
· Orang usia <65 tahun. Imunisasi direkomendasikan bagi orang usia 50-64 tahun karena dalam kelompok ini prevalensi orang yang berisiko tinggi meningkat, dan masih rendahnya angka imunisasi. Strategi imunisasi berdasarkan umur lebih berhasil meningkatkan cakupan vaksin daripada berdasarkan kondisi medis. Orang usia 64 tahun tanpa risiko tinggi juga mendapat keuntungan dari imunisasi, yaitu penurunan angka sakit influenza, penurunan absensi kerja, dan penurunan kunjungan berobat dan pengobatan. Sedangkan usia 50 tahun merupakan usia dimana pelayanan pencegahan lain dimulai, sedangkan penilaian rutin imunisasi dan pelayanan pencegahan lain telah direkomendasikan.1,2,4-11
· Orang yang dapat menularkan influenza kepada orang dengan risiko tinggi. Orang yang terinfeksi baik secara klinis maupun subklinis dapat menularkan virus influenza kepada orang yang berisiko tinggi menderita komplikasi akibat influenza. Mengurangi penularan influenza dari perawat kepada orang dengan risiko tinggi dapat mengurangi kematian yang berhubungan dengan influenza diantara orang dengan risiko tinggi.
Kelompok yang sebaiknya diimunisasi adalah:
Ø Dokter, perawat, dan tenaga lain di rumah sakit dan rawat jalan, termasuk tenaga di gawat darurat (seperti paramedis dan teknisi)
Ø Karyawan rumah perawatan dan fasilitas perawatan jangka panjang yang kontak erat dengan pasien atau orang yang tinggal
Ø Karyawan yang membantu atau tinggal dengan orang yang termasuk kelompok risiko tinggi
Ø Orang yang menyediakan perawatan rumah kepada orang yang termasuk kelompok risiko tinggi
Ø Anggota keluarga (termasuk anak-anak) dari orang yang termasuk kelompok risiko tinggi
Karena anak usia 0-23 bulan berisiko tinggi dirawat akibat influenza, imunisasi dianjurkan bagi orang yang kontak erat dengannya, terutama yang kontak dengan bayi usia 0-5 bulan karena vaksin influenza belum dibuktikan penggunaannya bagi usia <6 bulan oleh Food and Drug Administration.1,2,4-11

Imunisasi untuk populasi spesifik
· Wanita hamil
Karena meningkatnya risiko komplikasi yang berhubungan dengan influenza, wanita yang usia kehamilannya di luar trimester pertama (>14 minggu usia kehamilan) selama musim influenza sebaiknya diimunisasi. Pada trimester pertama kehamilan sebaiknya tidak diberikan imunisasi.1,2
· Orang dengan HIV
Pemberian vaksin influenza inaktif pada orang yang terinfeksi HIV yang memiliki gejala gejala AIDS minimal dan hitung sel limfosit-T CD4+ >200 menunjukkan adanya titer antibodi substansial melawan influenza .1,2
· Ibu menyusui
Vaksin influenza aman dan efektif untuk ibu menyusui dan tidak berpengaruh terhadap bayinya.1,2
· Orang yang bepergian
Risiko terpajan influenza selama bepergian tergantung pada waktu dan tujuan. Orang dengan risiko tinggi menderita komplikasi akibat influenza yang akan bepergian ke daerah yang sedang musim dingin sebaiknya diimunisasi.
IV.3. Jadwal dan Cara Pemberian
Vaksin influenza diberikan secara intramuskular di otot deltoid pada orang dewasa dan anak yang lebih besar sedangkan untuk bayi dapat diberikan di paha anterolateral.1,2,4-10 Vaksin diberikan dua kali, dengan interval minimal 4 minggu, pada anak usia >9 tahun diberikan satu kali selanjutnya diulang sekali setiap tahun. Pada anak atau dewasa dengan gangguan imun, diberikan 2 dosis setiap tahun dengan interval minimal 4 minggu, untuk mendapatkan antibodi yang memuaskan. Berikut ini adalah jadwal imunisasi yang direkomendasikan oleh berbagai negara di dunia (Tabel 1, 2, 3).

Tabel 3. Dosis imunisasi influenza di Australia4

Umur
Dosis
Jumlah dosis
6 bulan - 2 tahun
0,125 ml
1 atau 2*
2 - 6 tahun
0,25ml
1 atau 2*
6 - 9 tahun
0,5 ml
1 atau 2*
>9tahun
0,5 ml
1
* Dosis kedua minimal berjarak 1 bulan dari dosis pertama direkomendasikan bagi anak umur <9 tahun yang menerima vaksin influenza untuk pertama kalinya.

Tabel 4. Dosis imunisasi influenza di Kanada5
Kelompok Umur
Tipe vaksin
Dosis vaksin
Jumlah dosis
6 - 35 bulan
Split virus
0,25 ml
1 atau 2*
3 - 8 tahun
Split virus
0.5 ml
1 atau 2*
≥ 9 tahun
Split virus
0.5 ml
1
* Anak umur <9 tahun yang belum pernah mendapat imunisasi membutuhkan 2 dosis imunisasi berselang 4 minggu.
Tabel 5. Dosis imunisasi influenza di Amerika Serikat2
Kelompok Umur
Produk
Dosis vaksin
Jumlah dosis
6 – 35 bulan
Split virus
0.25 ml
1 * atau 2
3 – 8 tahun
Split virus
0.50 ml
1* atau 2
≥ 9 tahun
Split virus
0.50 ml
1
* Hanya perlu satu dosis saja bila sebelumnya telah menerima vaksin influenza pada musim influenza sebelumnya.

Di negara subtropis, seperti Australia dan Amerika Serikat, waktu imunisasi yang paling tepat adalah pada musim gugur untuk mengantisipasi kejadian luar biasa (outbreaks) influenza pada musim dingin, tetapi imunisasi pula dapat dilakukan pada bulan Februari. Pada musim gugur kesempatan memberikan imunisasi pada orang yang memiliki risiko tidak boleh terlewatkan bila mereka rajin mengunjungi tempat pelayanan kesehatan. Imunisasi dapat diberikan pada orang dewasa atau anak-anak bahkan setelah adanya aktivitas virus influenza dalam komunitas karena perlindungan dapat dicapai dalam beberapa hari.1,2,4-10
Vaksin influenza dapat diberikan bersamaan dengan vaksin lain termasuk vaksin pneumonia dan semua vaksin yang dijadwalkan untuk anak. Orang dewasa yang telah diimunisasi akan timbul titer antibodi yang cukup memberikan perlindungan terhadap strain virus yang ada di dalam vaksin maupun strain virus lainnya yang masih berhubungan.1,2,4-10
IV.4. Efektivitas
Efektivitas vaksin influenza terutama bergantung pada umur dan status imun penerima, dan derajat kesamaan antara strain virus dalam vaksin dengan jenis virus yang beredar. Sebagian besar anak dan dewasa mempunyai kadar titer antibodi hemaglutinin inhibisi yang cukup tinggi setelah imunisasi. Titer antibodi ini memberikan perlindungan terhadap penyakit yang disebabkan oleh strain virus yang sama dengan vaksin.1
Bayi umur 6 bulan dapat mempunyai titer antibodi yang protektif setelah imunisasi influenza walaupun respons antibodi di antara anak-anak yang berisiko tinggi adalah lebih rendah daripada respons antibodi anak-anak sehat. Pada penelitian randomisasi di antara anak umur 1-15 tahun, vaksin influenza inaktif 77-91% efektif melawan sakit saluran napas akibat influenza, 44-49% efektif pada anak umur 1-5 tahun, 74-76% pada anak umur 6-10 tahun, dan 70-81% pada umur 11-15 tahun. Suatu penelitian melaporkan efikasi vaksin dalam melawan sakit influenza pada anak sehat umur 3-9 tahun adalah 56%. Penelitian lain melaporkan efikasi vaksin untuk anak dengan asma adalah 22-54% pada umur 2-6 tahun dan 60-78% pada umur 7-14 tahun. Penelitian 2-year randomized pada anak umur 6-24 bulan melaporkan bahwa 89% anak mempunyai serokonversi terhadap ketiga strain vaksin selama dua tahun, efikasi vaksin 66% (95%CI = 34% dan 82%) pada tahun pertama diantara 411 anak dan 7% (95% CI= -247 dan 67%) pada tahun kedua diantara 375 anak.1
Bila kesamaan antara virus dalam vaksin dan yang beredar cukup dekat, maka vaksin influenza 70-90% efektif pada orang sehat umur <65 tahun. Di antara orang usia lanjut yang tinggal di luar tempat perawatan, vaksin influenza 30-70% efektif mencegah perawatan rumah sakit karena influenza ataupun pneumonia. Di antara orang usia lanjut yang tinggal di rumah perawatan, vaksin influenza efektif dalam mencegah sakit yang parah, komplikasi sekunder dan kematian. Pada populasi ini vaksin 50-60% efektif dalam mencegah perawatan rumah sakit atau pneumonia dan 80% efektif dalam mencegah kematian meskipun efektivitas vaksin untuk mencegah sakit influenza mungkin lebih rendah. Vaksin yang tersedia saat ini memberikan perlindungan selama kurang lebih satu tahun. Untuk perlindungan berkelanjutan diperlukan vaksin yang mengandung strain yang sedang beredar.1,2,4,5
Pada orang usia lanjut dan orang dengan penyakit kronik memiliki titer antibodi pasca imunisasi lebih rendah daripada dewasa muda sehat dan dapat tetap rentan terhadap infeksi saluran napas atas yang berhubungan dengan influenza. Satu penelitian randomisasi di antara orang usia ≥60 tahun melaporkan efektivitas vaksin 58% melawan sakit saluran napas akibat influenza. Efektivitas vaksin mungkin lebih rendah pada orang umur ≥70 tahun. Vaksin juga dapat efektif dalam mencegah komplikasi sekunder dan mengurangi risiko perawatan rumah sakit dan kematian akibat influenza. Di antara orang usia lanjut yang tinggal di luar rumah perawatan atau fasilitas perawatan jangka panjang lainnya vaksin influenza 30-70% efektif mencegah perawatan rumah sakit akibat pneumonia dan influenza. Di antara orang usia lanjut yang tinggal di rumah perawatan, vaksin influenza paling efektif mencegah penyakit berat, komplikasi sekunder dan kematian. Di antara populasi tersebut, vaksin 50-60% efektif dalam mencegah perawatan rumah sakit atau pneumonia dan 80% dalam mencegah kematian, sedangkan efektivitas dalam mencegah penyakit influenza berkisar 30-40%.1
Penelitian pada jemaah haji Pakistan pada tahun 1999 (The incidence of vaccine-preventable influenza –like illness and medication use among Pakistan pilgrims to The Haj in Saudi Arabia) berjumlah 2070 subyek menunjukkan efektivitas hanya sebesar 38%. Penelitian lain dikalangan jamaah haji Malaysia pada tahun 2000 (A Case-control study of infuenza vaccine efficacy among Malaysia pilgrim attending the Haj in Saudi Arabia) yang mencakup 1420 subyek menunjukkan efektivitas sebesar 77%.13
IV.5. Cost-effectiveness
Vaksin influenza dapat mengurangi biaya perawatan kesehatan dan produktivitas yang hilang karena sakit influenza. Penelitian ekonomi tentang imunisasi influenza pada orang umur ≥65 tahun yang dilakukan di Amerika Serikat melaporkan mengenai biaya yang dihemat dan pengurangan angka perawatan di rumah sakit dan kematian.1
Penelitian pada orang dewasa umur <65 tahun melaporkan bahwa imunisasi dapat mengurangi biaya medis maupun biaya tidak langsung karena absen kerja. Pengurangannya berkisar antara 34-44% dalam kunjungan dokter, 32-45% hilangnya hari kerja, dan 25% penggunaan antibiotik untuk sakit sekunder karena influenza. Satu analisis tentang cost-effectiveness memperkirakan penghematan rata-rata sebesar US$60-4000 per sakit diantara orang sehat umur 18-64 tahun, hal itu bergantung pada harga imunisasi, tingkat serangan influenza, dan efektivitas vaksin melawan sakit yang menyerupai influenza. Penelitian lain memperkirakan penghematan sebesar US$13,66/orang yang diimunisasi/tahun. Pada penelitian ini 78% dari biaya yang dihemat termasuk hilangnya produktivitas kerja, tetapi pada penelitian pertama tidak memasukkannya.1
Penelitian ekonomi yang spesifik mengevaluasi cost-effectiveness imunisasi pada orang berusia 50-64 tahun tidak ada dan hanya sedikit penelitian yang mengevaluasi tentang imunisasi rutin pada anak. Tetapi pada satu penelitian yang meliputi semua kelompok umur didapatkan hasil bahwa cost-utility meningkat sesuai dengan peningkatan umur dan di antara orang yang sakit kronik. Pada orang umur ≥65 tahun, imunisasi menyebabkan penghematan sebesar $23-256/QALY(Quality Adjusted Life Year) pada kelompok umur yang lebih muda.1
Sedangkan di Indonesia belum dapat dihitung cost-effectiveness karena belum ada data nasional tentang penyakit influenza beserta komplikasinya maupun imunisasi influenza. Saat ini pelaksanaan imunisasi influenza untuk pasien haji di Indonesia, biaya masih dibebankan kepada jamaah dengan harga ± Rp. 150.000,00.13
IV.6. Efek Samping
Efek samping yang sering adalah nyeri pada lokasi suntikan. Selain itu juga dapat ditemukan demam, malaise dan mialgia. Efek samping ini dapat terjadi beberapa jam setelah imunisasi dan menghilang setelah 1-2 hari. Pada anak <5 tahun efek samping ini mungkin lebih jelas. Kejadian ikutan pascaimunisasi juga dapat menyerupai influenza. Kejadian ikutan pascaimunisasi sistemik akut seperti anafilaksis, angio-edema, asma dan urtikaria jarang terjadi. Gejala tersebut timbul sebagai respons alergik terhadap komponen residu proses pembuatan, terutama protein telur. 1,2,4-12
Pada tahun 1976 vaksin influenza swine produksi Amerika Serikat, dihubungkan dengan peningkatan frekuensi penyakit sindrom Guillain Barre (SGB) pada orang lanjut usia, prevalensinya sekitar 1-2 orang per 100.000 populasi dewasa. Namun penelitian yang lebih baru pada tahun 1992-1994 menunjukkan tidak ada hubungan antara imunisasi influenza dengan insidens SGB, kemungkinan dapat terjadi pada satu kasus SGB dari satu juta orang dewasa yang diimunisasi. 1
IV.7. Kontraindikasi
· Individu yang memiliki hipersensitivitas anafilaksis terhadap telur, termasuk bila setelah makan telur timbul bengkak di bibir atau lidah atau pernah mengalami distress pernapasan akut atau pingsan.
· Individu dengan hipersensitivitas terhadap komponen vaksin.
· Individu dengan demam akut >38,5°C, imunisasi harus ditunda sampai gejala menghilang. Tetapi gejala yang ringan dengan atau tanpa demam bukan merupakan kontraindikasi imunisasi.
· Pasien dengan riwayat Sindrom Guilain-Barre (SGB) sebelum imunisasi influenza mempunyai risiko lebih besar dari pada pasien yang tidak mempunyai riwayat SGB untuk timbul kembali SGB setelah imunisasi influenza. 1,2,4-10





BAB V
REKOMENDASI
Berdasarkan hasil kajian diatas maka disusun rekomendasi sebagai berikut:
I. Perlu dilakukan penelitian/surveilans tentang insidens, morbiditas dan mortalitas penyakit influenza atau influenza-like illness, cost-effectiveness imunisasi influenza serta pemetaan strain virus influenza di Indonesia. (Rekomendasi C)
II. Sementara sebelum ada hasil penelitian di Indonesia, berdasarkan hasil kajian kepustakaan tim ahli merekomendasikan hal-hal sebagai berikut:
· Vaksin influenza tidak diberikan rutin kepada setiap orang.
· Imunisasi influenza sebaiknya diberikan kepada orang yang berisiko tinggi, yaitu:
- Orang usia ≥65 tahun.
- Anak usia >6 bulan dan dewasa dengan penyakit kronik kardiovaskular, paru, metabolik termasuk diabetes mellitus dan disfungsi ginjal, dan berbagai tipe penyakit imunodefisiensi termasuk orang dengan AIDS dan resipien transplantasi organ.
- Petugas kesehatan yang kontak erat dengan orang yang berisiko tinggi.
· Imunisasi influenza tidak boleh diberikan kepada:
- Individu yang hipersensitif terhadap telur dan komponen vaksin.
- Individu dengan riwayat Sindrom Guilain-Barre (SGB)
- Individu yang demam dan kehamilan trimester pertama.
· Vaksin influenza diberikan setiap tahun.
(Rekomendasi C)
III. Perlu dilaksanakan evaluasi hasil penggunaan vaksin influenza pada anak, dewasa, usila serta orang yang berpenyakit kronik.
(Rekomendasi C)



DAFTAR PUSTAKA
1. Bridges CB, Fukuda K, Uyeki TM, Cox NJ, Singleton JA. Prevention and control of influenza. Recommendations of the Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP). Recommendations and Reports 2002;51:1-31.
2. Center for Disease Control and Prevention. Influenza. Dalam: Epidemiology and prevention of vaccine preventable disease. The Pink Book. Edisi 7. Atlanta: Department of Health and Human Services. CDC, 2003.
3. Reichert TA, Sugaya N, Fedson DS, Glezen WP, Simonsen L, Tashiro M. The Japanese experience with vaccinating schoolchildren against influenza. N Eng J Med 2001;344:889-96.
4. National Health and Medical Research Council. Influenza. Dalam: The australian immunisation handbook. Edisi 7. Canberra: NHMRC 2000.h. 140-7.
5. The National Advisory Committee on Immunization. Influenza vaccine. Dalam: Canadian immunization guide. Edisi 6. Canada: Canada Medical Association 2002. h. 120-7.
6. Gonzales M, Pirez MC, Ward E, Dibarboure H, Garcia A, Picolet H. Safety and immunogenicity of a paediatric presentation of an influenza vaccine. Arch Dis Child 2000;83:488-91.
7. Ahmed F, Singleton JA, Franks AL. Influenza vaccination for healthy young adults. N Engl J Med 2001;345: 1543-7.
8. Irawan HS. Influenza. Dalam: Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, penyunting. Buku ajar ilmu kesehatan anak infeksi dan penyakit tropik. Edisi 1. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia 2002. h.270-80
9. Kartasasmita C. Influenza. Dalam: Ranuh IGN, Soeyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita C, penyunting. Buku imunisasi di Indonesia. Edisi 1. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia 2001.h.137-42.
10. WHO. Influenza vaccines. Didapat dari: URL:
http://www.who.int/wer/pdf/2002/wer7728pdf
11. WHO. Influenza : report by the secretariat. Geneva, 26 November 2002.
12. Kartasasmita C.B. Vaksin influenza untuk anak. Disampaikan pada: Malam Klinik Rapat Kerja Satgas Imunisasi PP-IDAI, 14 Maret 2003. Bangka, Indonesia. 2003.
13. Sub Direktorat Kesehatan Haji. Telaahan tentang imunisasi influenza bagi jamaah haji. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Departemen Kesehatan: Juli 2003.
14. WHO. Recommendations for influenza vaccine composition. Didapat dari: URL: http://www.who.int/csr/disease/influenza/vaccinerecommendations1/en/
15. Nichol KL, Lind A, Margolis KL, Murdoch M, McFadden R, Hauge M, dkk. The effectiveness of vaccination against influenza in healthy, working adults. N Engl J Med 1995;333:889-93.
16. Nichol KL, Baken L, Nelson A. Relation between influenza vaccination and outpatient visits, hospitalization, and mortality in elderly person with chronic lung disease. Ann Intern Med 1999;130:397-403.
17. Hak E, Verheij, Th JM, Grobbee DE, Nichol KL, Hoes AW. Confounding by indication in non-experimental evaluation of vaccine effectiveness: the example of prevention of influenza complication. J Epidemiol Community Health 2002;56:951-5.
18. Belshe RB, Mendelman PM, Treanor J, King J, Gruber WC, Piedra P, dkk. The efficacy of live attenuated, cold-adapted, trivalent, intranasal influenza virus vaccine in children. N Eng J Med 1998;338:1405-12.
19. Luce BR, Zangwill KM, Palmer CS, Mendleman PM, Yan L, Wolff MC, dkk. Cost-effectiveness analysis of an intranasal influenza vaccine for the prevention of influenza in healthy children. Pediatrics 2001;108:e42.
20. Izurieta HS, Thompson WW, Kramarz P, Shay DK, Davis RL, Destefano F, dkk. Influenza and the rates of hospitalization for respiratory disease among infants and young children. N Eng J Med 2000;342:232-9.
21. The American Lung Association Asthma Clinical Research Centers. The Safety of Inactivated Influenza Vaccine in Adults and Children with Asthma. N Eng J Med 2001;345:1529-36.
22. Barnett ED. Influenza immunization for children. N Eng J Med;1998: 338:1459-61.
23. Beyer WEP. Routine influenza vaccination for healthy children old concept, new technologies. Arch Dis Child 2000;83:461-3.
24. Bjornson G, Scheifele D, Metzger D, Ferguson A, Wensley D, Whitfield M. Promoting the use of influenza vaccine for children at risk of complications. BC Medical Journal 2002;42:89-90.
25. White T, Lavoie S, Nettleman MD. Potential cost savings attributable to influenza vaccination of school-aged children. Pediatrics 1999;103(6): e73
26. Nichol KL, Nordin J, Mullooly J, Lask R, Fillebrandt K, Iwane M. Infuenza vaccination and reduction in hospitalizations for cardiac disease and stroke among the elderly. N Eng J Med 2003;348:1322-32.
27. Russell ML. Influenza vaccination in Alberta long-term care facilities. CMAJ 2001;164:1423-31.
28. Djauzi, S. Immunization of adults. Department of internal medicine, Faculty of Medicine, University of Indonesia. Jakarta. Didapat dari
URL: http://www.interna.fk.ui.ac.id/ami/online/ami3302/Review_article1.htm
29. Influenza and pneumococcal vaccination levels among persons aged >/=65 Years. MMWR 2002;51:1019-24.
30. Recommended childhood and adolescent immunization schedule. MMWR 2003;52:Q1-4.



ANGGOTA PANEL

PANEL AHLI

1. DR. Dr. Cissy B. Kartasasmita, SpA(K)
Anggota Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
Bagian IKA, FK UNPAD-RSU Hasan Sadikin, Bandung
2. DR. Dr. Samsuridjal Djauzi, SpPD, KAI
Ketua Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)
Subbagian Alergi Imunologi, IPD, FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta
3. Dr. Erwanto Budi Winulyo, SpPD
Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)
Subbagian Alergi Imunologi, IPD, FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta
4. Prof. Dr. Agus Sjahrurahman, SpMK, PhD
Bagian Mikrobiologi FKUI- RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta
5. Dr. Setyawati Budiningsih, MPH
Kepala Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta
6. DR. Dr. Julitasari S, MSc
Direktorat EPIM & Kesma
Ditjen P2M-Departemen Kesehatan RI, Jakarta
7. Dra. Linda Sitanggang, PhD
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Jakarta
8. Dra. Retno Tyas Utami
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Jakarta

UNIT PENGKAJIAN TEKNOLOGI KESEHATAN INDONESIA
1. Prof. DR. Dr. Sudigdo Sastroasmoro, SpA(K)
Ketua
2. Dr. Santoso Soeroso, SpA(K), MARS
Anggota
3. Dr. N. Soebijanto, SpPD
Anggota
4. Dr. Ratna Mardiati, SpKJ
Anggota
5. Dr. Wuwuh Utami, M Kes
Anggota
6. Drg. Rarit Gempari, MARS
Anggota
7. Dr. Frida Soesanti
Anggota
8. Dr. Nila Kusumasari
Anggota


Bab I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Di negara berkembang penyebab kematian terbesar adalah penyakit infeksi. Salah satu usaha pencegahan terhadap timbulnya penyakit infeksi adalah dengan melaksanakan imunisasi. Dari segi ekonomi, pencegahan adalah suatu cara perlindungan terhadap infeksi yang paling efektif dan jauh lebih murah daripada mengobati.
Imunisasi merupakan upaya pencegahan primer yaitu upaya untuk menghindari terjadinya sakit atau kejadian yang mengakibatkan seseorang sakit atau menderita cedera dan cacat. World Bank menyatakan imunisasi harus menjadi investasi pertama program kesehatan masyarakat bagi pemerintah di seluruh dunia karena merupakan intervensi kesehatan yang paling menguntungkan dari segi biaya. Dan perlu ditekankan bahwa pemberian imunisasi tidak hanya memberikan pencegahan terhadap orang yang diimunisasi, tetapi akan memberikan dampak yang jauh lebih luas karena akan mencegah terjadinya penularan yang luas dengan adanya peningkatan imunitas secara umum di masyarakat.
Di Indonesia sudah digalakkan program imunisasi terutama pada anak yang termasuk dalam Program Pengembangan Imunisasi (PPI). Di samping itu banyak usaha imunisasi lain yang tidak termasuk dalam PPI (non PPI), salah satunya adalah imunisasi influenza. Imunisasi influenza merupakan salah satu strategi untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat penyakit influenza. Keuntungan terbesar imunisasi ini adalah bagi orang yang memiliki risiko tinggi menderita influenza berat dan komplikasinya.
Penyakit influenza merupakan penyakit yang sangat menular dan dapat menyebabkan epidemi maupun pandemi. Di negara subtropis angka kejadian influenza meningkat bahkan dapat menyebabkan kejadian luar biasa hampir setiap musim dingin tiba. Di Amerika Serikat, influenza menyebabkan ±20.000 kematian per tahun. Kelompok penderita influenza terbanyak adalah anak-anak, tetapi komplikasi dan kematian tertinggi terjadi pada orang usia >65 tahun dan orang yang memiliki risiko tinggi. Di Jepang, pelaksanaan program imunisasi influenza pada anak sekolah mencegah 37.000-49.000 kematian per tahun, atau sekitar 1 kematian untuk setiap 420 anak yang diimunisasi. Program tersebut juga mengurangi angka transmisi infeksi dalam masyarakat.1-3
Pada anak usia 0-4 tahun, angka rawat inap rumah sakit adalah 1:1000 anak sehat dan 1:2000 anak dengan penyakit dasar. Angka rawat inap rumah sakit pada bayi sama dengan orang usia >65 tahun. Rata-rata rawat inap akibat influenza adalah 114.000 per tahun, >50% pasien adalah usia <65>65 tahun, anak-anak kecil, dan orang dengan penyakit dasar inilah yang mendorong Advisory Committe on Immunization Practices (ACIP) terakhir pada tahun 2002 menyusun rekomendasi mengenai imunisasi influenza.1,2
Imunisasi influenza cukup bermanfaat, namun sosialisasi penerapan imunisasi ini di masyarakat hanya sedikit meningkatkan penggunaan vaksin. Penyakit influenza oleh banyak orang dianggap penyakit yang ringan, sedangkan influenza pada kelompok risiko tinggi dapat menyebabkan komplikasi dan kematian. Setelah menyadari keadaan ini, maka pada tahun 1999 American Family of Physician (AFP) menurunkan umur penggunaan imunisasi mulai pada usia 50 tahun sedangkan The Advisory Committee on Immunization Practice (ACIP) juga merekomendasikan imunisasi dimulai pada usia 50 tahun.1
I.2. Permasalahan
Di Indonesia imunisasi influenza sudah dilakukan, namun pemberiannya masih terbatas kepada para jamaah haji sebelum berangkat ke Arab Saudi, sesuai dengan anjuran dari Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI pada tahun 2000. Imunisasi influenza pada jamaah haji hanya dianjurkan pada kelompok berisiko tinggi tertentu saja, seperti jamaah usia >65 tahun, memiliki penyakit jantung, paru kronik, diabetes mellitus dan jamaah yang sistem imunnya terganggu.
Sampai saat ini belum terdapat laporan resmi regional maupun nasional mengenai insidens, angka morbiditas dan mortalitas influenza karena sebagian besar orang masih menganggap bahwa influenza merupakan penyakit yang ringan. Imunisasi influenza masih merupakan suatu kontroversi baik dari waktu pemberian, sasaran pemberian maupun cost effectiveness bila diterapkan di Indonesia.
Dalam rekomendasi yang dibuat oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dalam Buku Imunisasi di Indonesia, imunisasi diberikan pada anak dengan kelainan jantung bawaan serta penyakit kronik lainnya, serta yang mendapat terapi imunosupresif. Konsensus Imunisasi Dewasa Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) menganjurkan penggunaan imunisasi influenza pada orang yang berusia 50 tahun atau lebih atau pada orang lebih muda yang mempunyai penyakit kronik. Hal itulah yang mendorong dilakukannya kajian tentang imunisasi influenza bagi anak dan dewasa, sebagaimana himbauan WHO kepada negara yang belum memiliki kebijakan nasional imunisasi influenza tentang pengaruh epidemi influenza terhadap perekonomian sebagai dasar menetapkan kebijakan pencegahan influenza.
I.3. Tujuan
Terwujudnya kajian ilmiah sebagai dasar rekomendasi kepada pemerintah dalam menetapkan kebijakan mengenai pemberian imunisasi influenza untuk anak dan dewasa.


























Bab II

INFLUENZA
II.1. Etiologi
Virus influenza adalah virus RNA, termasuk famili Orthomyxovirus, berantai tunggal dan berbentuk heliks. Sesuai dengan antigen dasarnya dibagi menjadi tiga tipe yaitu A, B dan C. Virus ini dibagi menjadi beberapa subtipe berdasarkan antigen permukaannya yaitu hemaglutinin (H) dan neuraminidase (N). Tiga tipe hemaglutinin yang ada pada manusia (H1, H2, H3) berperan dalam penempelan virus pada sel. Dua tipe neuraminidase (N1, N2) berperan dalam penetrasi virus ke dalam sel.1,2,4-10 Variasi kedua glikoprotein eksternal H dan N, adakalanya berubah secara periodik, hal ini menyebabkan perubahan antigenitas. Antigenic shift merupakan perubahan besar (major) salah satu antigen permukaan (H atau N), yang dapat menyebabkan pandemi. Antigenic drift merupakan perubahan kecil (minor) pada antigen permukaan yang timbul diantara major shift dan bisa dihubungkan dengan epidemi (Pickering dkk., 2000).1,2, 4-12
Infuenza tipe A menyebabkan penyakit sedang-berat dan dapat menyerang semua umur. Virus ini menyerang manusia dan binatang lain, seperti babi dan burung. Influenza tipe B biasanya menyebabkan penyakit yang lebih ringan daripada tipe A, dan terutama menyerang anak-anak. Influenza tipe B lebih stabil daripada influenza tipe A, dengan sedikit antigenic drift dan menyebabkan imunitas yang cukup stabil. Virus ini hanya menyerang manusia. Influenza tipe C dilaporkan jarang menyebabkan sakit pada manusia, kemungkinan karena sebagian besar kasus bersifat subklinis dan tidak menyebabkan epidemi.1,2,4-12
Virus influenza mempunyai kemampuan untuk merubah antigen. Perubahan antigen ini sering terjadi pada influenza tipe A, tetapi kurang pada tipe B, dan tidak pernah pada tipe C. Perubahan ini terjadi pada antigen permukaannya yaitu H dan N.
Terdapat dua macam mutasi tergantung besar atau kecilnya perubahan RNA, yaitu:
·
· Antigenic shift, hanya terjadi pada influenza tipe A; perubahan genetik yang besar dan mendadak pada HA dan/atau NA; tidak ada imunitas di masyarakat; mengakibatkan pandemi setiap 10-40 tahun sekali (Gambar 1).






·
·

Rekombinasi RNA
Sel pejamu
yang terinfeksi
Virus “baru”

strain manusia
strain burung
Penyusunan kembali RNA
menghasilkan subtipe baru
Menghasilkan subtipe baru: HA”baru” dan/atau NA”baru”
SHIFT








Gambar 1. Antigenic shift

· Antigenic drift, hanya terjadi pada influenza tipe A dan B; terjadi setiap 1 atau beberapa tahun dalam satu subtipe; mutasi p2222ada asam amino RNA; tidak menghasilkan subtipe baru; dan dapat menyebabkan terjadinya epidemi (Gambar 2).


A/H3N2
mutasi RNA
Sel pejamu
yang terinfeksi
segmen RNA
satu atau lebih
perubahan
asam amino
DRIFT
A/H3N2











Gambar 2. Antigenic drift

Nomenklatur untuk mendeskripsikan tipe virus influenza adalah berurutan sebagai berikut: (1) tipe virus, (2) tempat dimana virus pertama kali diisolasi, (3) nomor strain, (4) tahun isolasi, (5) subtipe virus.1,2
II.2. Epidemiologi
Influenza timbul di seluruh bagian dunia dan mengenai 10-20% dari total populasi dunia. Manusia adalah satu-satunya reservoir untuk influenza tipe B dan C, sedangkan influenza tipe A dapat menginfeksi manusia dan binatang. Tidak ada yang disebut sebagai karier kronik. Influenza ditularkan melalui droplet dari orang yang terinfeksi. Cara penularan lain yang jarang adalah melalui kontak erat.1,2,4,5
Aktivitas influenza timbul terutama pada musim dingin dan mencapai puncaknya dari Desember sampai Maret di daerah yang beriklim subtropis, tetapi dapat pula timbul lebih awal atau lebih lambat. Selama tahun 1976-2001, di Amerika Serikat aktivitas puncak timbul paling sering pada bulan Januari (24%) dan Februari (40%) dan rata-rata terjadi 20.000 kematian per tahun. Pada daerah tropis influenza dapat timbul setiap saat selama setahun. 1,2
Influenza juga dapat menyebabkan pandemi bila angka morbiditas dan mortalitas komplikasi akibat influenza meningkat secara bermakna di seluruh dunia. Influenza dapat menyerang semua kelompok umur. Angka kejadian infeksi tertinggi adalah pada anak-anak, sedangkan angka kejadian penyakit serius dan kematian tertinggi adalah pada orang usia ≥65 tahun dan orang yang berisiko tinggi menderita komplikasi akibat influenza.1,2 Pada anak usia 0-4 tahun, angka perawatan rumah sakit adalah 1:2000 orang yang berisiko tinggi dan 1:1000 orang yang tidak berisiko tinggi. Dalam kelompok usia 0-4 tahun, angka perawatan rumah sakit tertinggi adalah anak umur 0-1 tahun dan angka ini sama dengan angka yang ditemukan pada orang usia ≥65 tahun.1,2
Selama epidemi influenza tahun 1969-1970 sampai 1994-1995, angka perawatan rumah sakit di Amerika Serikat berkisar antara 16.000 sampai 220.000 per epidemi, rata-rata 114.000 per tahun perawatan, dengan 57% dari yang dirawat adalah usia <65 tahun. Sejak pandemi virus influenza tipe A pada tahun 1968, terjadi peningkatan angka perawatan rumah sakit akibat influenza selama epidemi yang disebabkan virus influenza tipe A, dengan perkiraan rata-rata 142.000 per tahun.1,2
Kematian akibat influenza dapat disebabkan oleh pneumonia, ataupun eksaserbasi penyakit kardiopulmonal dan penyakit kronik lainnya. Pada penelitian epidemi influenza yang terjadi dari tahun 1972-1973 sampai 1994-1995, kematian terjadi selama 19 dari 23 epidemi influenza. Selama 19 musim influenza tersebut, perkiraan angka kematian akibat influenza kira-kira 30 sampai >150 kematian per 100.000 orang usia ≥65 tahun. Lebih dari 90% kematian adalah orang lanjut usia karena pneumonia dan influenza. 1,2
II.3. Patogenesis
Virus influenza masuk ke dalam saluran napas melalui droplet, kemudian menempel dan menembus sel epitel saluran napas di trakea dan bronkus. Infeksi dapat terjadi bila virus menembus lapisan mukosa non-spesifik saluran napas dan terhindar dari inhibitor non-spesifik serta antibodi lokal yang spesifik. Daerah yang diserang adalah sel epitel silindris bersilia. Selanjutnya terjadi edema lokal dan infiltrasi oleh sel limfosit, histiosit, sel plasma dan polimorfonuklear. Nekrosis sel epitel ini terjadi pada hari pertama setelah gejala timbul. Perbaikan epitel dimulai pada hari ke-3 dan ke-5 dengan terlihatnya mitosis sel pada lapisan basal. Respons pseudometaplastik dari epitelium yang undifferentiated timbul. Puncaknya dicapai pada hari ke–9 sampai ke-15 setelah awitan penyakit. Setelah 15 hari, tampak produksi mukus dan silia kembali seperti sediakala. Adanya infeksi sekunder menyebabkan reaksi infiltrasi sel radang lebih luas dan kerusakan pada lapisan sel basal dan membrana basalis lebih hebat, yang akan mengakibatkan terhambatnya regenerasi sel epitel bersilia.8 Kemudian virus bereplikasi di dalam sel pejamu yang menyebabkan kerusakan sel pejamu. Viremia tidak terjadi. Virus terlindung di dalam sekret dari saluran napas selama 5-10 hari.1
II.4. Manifestasi Klinis
Masa inkubasi biasanya hanya 2 hari, tetapi dapat bervariasi antara 1 sampai 5 hari. Tingkat keparahan influenza tergantung pada riwayat imunologik terdahulu dengan antigen varian virus. Secara umum, hanya 50% dari orang yang terinfeksi influenza akan timbul gejala klinis klasik influenza.
Penyakit influenza klasik ditandai dengan demam, mialgia, sakit tenggorokan, dan batuk yang tidak produktif secara tiba-tiba. Demam berkisar antara 38,3-38,9°C. Gejala demam muncul secara mendadak sehingga pasien dapat memberitahukan waktu yang tepat kapan demam muncul. Mialgia terutama dirasakan di otot punggung. Batuk terjadi sebagai akibat destruksi epitel trakea. Gejala tambahan lain dapat berupa rinorea, sakit kepala, rasa terbakar substernal dan gejala okular (nyeri dan sensitif terhadap cahaya).1,2,8
Gejala sistemik dan demam biasanya berlangsung selama 2–3 hari, jarang yang lebih dari 5 hari. Gejala akan berkurang dengan pemberian asetosal atau asetaminofen. Asetosal tidak boleh diberikan pada bayi, anak-anak, maupun remaja karena risiko terjadinya sindrom Reye setelah infeksi influenza. Penyembuhan biasanya cepat, tetapi beberapa orang akan menjadi astenia dan depresi selama beberapa minggu.1,2,8
II.5. Diagnosis
Diagnosis influenza ditegakkan berdasarkan karakteristik manifestasi klinis, terutama jika telah dilaporkan adanya influenza dalam masyarakat. Pemeriksaan laboratorium rutin kurang berperan dalam menegakkan diagnosis banding influenza dengan penyakit saluran napas yang disebabkan oleh virus lain. Pada anak, manifestasi pemeriksaan darah bervariasi, bahkan pada bayi tampak gambaran leukositosis. Foto toraks bermanfaat untuk menyatakan adanya penyulit pneumonia lobaris atau interstisial.1,2,8
Diagnosis pasti influenza bergantung pada isolasi atau deteksi komponen virus dari sekret saluran napas atau adanya kenaikan yang bermakna titer antibodi serum pada masa penyembuhan. Diagnosis serologik yang cukup menjanjikan adalah pengukuran antibodi terhadap hemaglutinin influenza dengan menggunakan metode ELISA. Uji ini sederhana dan mempunyai kelebihan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibodi IgA, IgM dan IgG.1,2,8
II.6. Komplikasi
Komplikasi sering terjadi pada bayi, anak kecil, anak dengan risiko tinggi dan orang lanjut usia. Komplikasi yang paling sering adalah pneumonia, terutama pneumonia bakteri (karena Streptoccocus pneumoniae, Haemophilus infuenzae, atau Staphyloccus aureus). Pneumonia virus primer merupakan komplikasi yang jarang ditemui namun tingkat fatalitasnya tinggi. Sindrom Reye adalah komplikasi yang mungkin timbul pada anak yang mendapatkan asetosal, terutama berhubungan dengan influenza tipe B, ditandai dengan muntah yang berat dan penurunan kesadaran sampai koma karena edema otak. Komplikasi lain adalah miokarditis, perburukan bronkitis kronik dan penyakit paru kronik lainnya. Angka kematian adalah 0,5–1 per 1000 kasus. Sebagian besar kematian terjadi pada usia ≥65 tahun.1,2,4-10























Bab III
METODOLOGI PENILAIAN
III.1. Strategi Penelusuran Kepustakaan
Penelusuran artikel dilakukan melalui Medline, New England Journal of Medicine, Centers for Diseases Control and Prevention, British Medical Journal, Annals of Internal Medicine, Pediatrics, Archives Disease Children dalam 15 tahun terakhir (1989-2003). Informasi juga didapatkan dari pedoman maupun buku penuntun imunisasi beberapa negara (Australia, Kanada, Indonesia) dengan kata kunci influenza vaccination, influenza immunization, influenza vaccine, adult dan children.

Tabel 1. Berbagai penelitian tentang imunisasi influenza pada anak
Peneliti
Metode
Sampel dan
jumlah sampel
Vaksin yang digunakan
Hasil
Kesimpulan
Nichol dkk
Randomized, double-blind, placebo controlled trial
849 pekerja dewasa umur 18-64 tahun
Vaksin influenza trivalen
Penurunan 25% dalam demam, 43% hari sakit, 44% hari kunjungan ke RS
Imunisasi influenza menguntungkan dari segi kesehatan dan ekonomi untuk pekerja dewasa.
Nichol dkk
Studi kohort
1898 orang lanjut usia dengan penyakit paru kronik
Tidak disebutkan
Angka perawatan RS (RR=0,38), & risiko kematian (OR=0,30) turun
Imunisasi menu-runkan kunjungan ke dokter, perawat-an RS & kematian.
Reichert dkk


Tidak disebutkan

Pada anak sekolah memberi perlin-dungan, mengu-rangi mortalitas
Gonzales dkk
Uncontrolled study
67 anak usia 6 bulan - 3 tahun.
Dua dosis vaksin influ-enza inaktif (0,25ml), dg rentang 1 bulan
13% segera ditemukan papul setelah injeksi, 9% reaksi lokal dan 28% reaksi sistemik.
Imunisasi influenza inaktif aman dan imunogenik untuk anak umur 6 bulan – 3 tahun

White dkk
Analisis biaya, meliputi langsung dan tidak langsung
Anak usia sekolah (dari TK sampai tingkat 12)
Tidak disebutkan
Penghematan US$ 4 pada imunisasi atas inisatif sendiri, & US$ 35 pd imu-nisasi kelompok
Imunisasi infuenza untuk anak sekolah potensial menguntungkan bagi masyarakat.
The American Lung Associaton astma clinical research center
Randomized, double blind, placebo-controlled, crossover
2032 pasien dengan asma umur 3- 64 tahun
Vaksin influenza inaktif, split
Frekuensi eksa-serbasi asma = antara kel. plasebo & yang diimunisasi dari segi umur, dera- jat asma dll.
Imunisasi influenza aman diberikan pada orang dewasa dan anak dengan influenza termasuk asma berat.


Tabel 2. Berbagai penelitian tentang imunisasi influenza pada dewasa

Peneliti
Metode
Sampel dan
jumlah sampel
Vaksin yang digunakan
Hasil
Kesimpulan
Nichol dkk
Studi Kohort
140.055 (55,5% diimunisasi) usila pada tahun 1998-1999, dan 146.328 (59,7% diimunisasi) pada 1999-2000
Tidak disebutkan
Menurunnya risiko perawatan RS karena penyakit jantung (19%), serebrovasku-lar (16% pada musim 1, dan 23% pada musim 2), pneumonia dan influenza ( 32%- musim 1 dan 29%- musim 2), total kema-tian (48% musim 1 dan 50% musim 2)
Vaksin influenza pada orang usila mengurangi risiko perawatan RS karena sakit jantung, serebrovaskuler, pneumonia, influenza dan menurunkan angka kematian total.
Heikinen dkk
Controlled trial
187 anak usia 1-3 tahun

Insidens otitis media yang berhubungan dengan ifluenza A berkurang 83% pada kelompok yang diimunisasi.
Vaksin influenza mengurangi insidens otitis media akut pada musim imunisasi.
Clemens dkk
Studi kohort
186 anak usia 6-30 bulan
Vaksin influenza trivalen
Vaksin influenza protektif terhadap otitis media akut selama musim influenza (95%CI:0,49-0,98)
Vaksin influenza menurunkan insidens otitis media pada anak umur 6-30 bulan selama musim influenza.
Belshe dkk
Randomized, double blind, placebo controlled trial
Anak sehat usia 15-71 bulan
Vaksin influenza live attenuated, cold adapted, trivalent, intranasal
Efektivitas vaksin 93%(CI 95%: 88-96)
Vaksin influenza live attenuated, cold adapted, intranasal efektif dan imunogenik terhadap influenza A dan B pada anak sehat.
Luce dkk
Cost effective analysis pada studi prospek-tif, selama kurun waktu 1996 & 1998.
1602 Anak sehat usia 15-71 bulan pada tahun I dan 1358 anak pada tahun II.
Vaksin influenza intranasal
CE kira-kira $30/ hari , bervariasi antara US$ 10-69/hari atau US$ 10-40/dosis
Vaksin influenza intranasal rutin pada anak sehat mungkin cukup cost effective.
III.2. Pengumpulan Data Lokal
Di Indonesia sudah dilakukan penelitian oleh Badan Litbangkes Departemen Kesehatan RI tentang penurunan kesakitan mirip influenza (Influenza-like illness, ILI) dengan imunisasi influenza di kalangan jamaah haji Indonesia yang akan berangkat ke Arab Saudi. Yang diukur dalam penelitian tersebut adalah ingin mengetahui seberapa jauh vaksin influenza dapat menurunkan penyakit yang secara klinis mirip influenza. Penelitian dilakukan pada 3 kloter dengan jumlah sampel sebanyak 1350 jamaah haji. Hasil penelitian ini sedang diolah dan dianalisis sehingga belum dipublikasikan.13
Dari penelitian yang dilakukan oleh Kabat dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-Surabaya tahun 2003, didapat Kejadian Ikutan Pascaimunisasi (KIPI) berupa gejala lokal pada tempat suntikan seperti sakit, merah atau bengkak (sebesar 10%) dan timbul demam 6-24 jam setelah penyuntikan.13
III.3. Level of Evidence dan Tingkat Rekomendasi
Setiap artikel yang diperoleh dilakukan penilaian kritis (critical appraisal) berdasarkan kaidah evidence based medicine, kemudian ditentukan levelnya. Rekomendasi yang ditetapkan akan ditentukan tingkat rekomendasinya. Level of evidence dan tingkat rekomendasi diklasifikasikan berdasarkan definisi dari Scottish Intercollegiate Guidelines Network yang berasal dari US Agency for Health Care Policy and Research.
Level of evidence :
Ia. Meta-analysis dari randomized controlled trials.
Ib. Minimal satu randomized controlled trials.
IIa. Minimal satu non-randomized controlled trials.
IIb. Studi kohort dan / atau kasus kontrol
IIIa. Studi Cross-sectional
IIIb. Seri kasus dan laporan kasus
IV. Konsensus dan pendapat ahli

Rekomendasi :
A. Evidence yang termasuk dalam tingkat Ia atau Ib
B. Evidence yang termasuk dalam tingkat IIa atau II b
C. Evidence yang termasuk dalam tingkat IIIa, IIIb atau IV










Bab IV
DISKUSI
IV.1. Karakteristik
Vaksin influenza yang tersedia di Amerika Serikat berisi virus influenza inaktif. Terdapat empat macam vaksin yaitu whole-killed virus, attenuated-live virus, split-virus dan disrupted-virus vaccine. Hanya vaksin disrupted dan split virus yang tersedia di Amerika Serikat. Vaksin ini disiapkan dengan menggunakan pelarut organik atau detergen. Split vaksin menyebabkan reaksi samping yang lebih sedikit dibandingkan whole-killed virus vaccine. Selama 20 tahun terakhir telah dikembangkan jenis vaksin lain yaitu cold attenuated live vaccine. Vaksin ini digunakan secara luas di Rusia untuk orang dewasa.1,2,4-12
Formula vaksin influenza diperbaharui tiap tahun sehingga perubahan komposisi dapat dilakukan menyesuaikan dengan antigenic shift dan antigenic drift. Saat ini vaksin influenza yang tersedia mengandung tiga virus inaktif yaitu dua tipe A (H3N2 dan H1N1) dan satu tipe B. Vaksin ini mengandung 15 ug antigen hemaglutinin masing-masing strain virus per 0,5 ml. Selain itu vaksin influenza juga mengandung thimerosal sebagai pengawet dan protein telur. Vaksin influenza yang tersedia di dunia ada dalam berbagai nama dagang antara lain Fluvax®-CSL, Vaxigrip®-AP, Fluarix®-GSK, Fluvirin®-Medeva Agripal-Chiron, sebagian sudah terdaftar di Indonesia.4
Terdapat dua tipe vaksin yang direkomendasikan oleh WHO, yaitu untuk belahan bumi Utara dan Selatan. Komposisi vaksin influenza utara dan selatan untuk musim influenza November 2003 - April 2004 (belahan bumi Utara) dan Mei 2003 - Oktober 2003 (belahan bumi Selatan) harus terdiri dari strain A/New Caledonia/20/99(H1N1)-like virus, A/Moscow/10/99(H3N2)-like virus dan B/HongKong/330/2001-like virus.14
IV.2. Kelompok Target
· Orang yang berisiko tinggi menderita komplikasi karena infeksi influenza, yaitu: orang berusia ≥65 tahun, orang yang tinggal menetap pada rumah perawatan dan fasilitas perawatan jangka panjang lainnya yang merawat orang dengan penyakit kronik, dewasa dan anak-anak dengan kelainan kronik sistem pernapasan atau kardiopulmonal, termasuk asma, dewasa dan anak-anak yang memerlukan pemeriksaan medis teratur atau perawatan rumah sakit sebelumnya akibat penyakit metabolik kronik (termasuk diabetes mellitus), disfungsi ginjal, hemoglobinopati atau imunosupresan (termasuk imunosupresan karena obat-obatan, virus HIV), anak-anak dan remaja (usia 6 bulan–18 tahun) yang mendapat terapi asetosal jangka panjang, yang mungkin berisiko menderita sindrom Reye setelah infeksi influenza, wanita yang memasuki usia kehamilan trimester kedua atau ketiga pada saat musim influenza.1,2,4-11
· Orang usia <65 tahun. Imunisasi direkomendasikan bagi orang usia 50-64 tahun karena dalam kelompok ini prevalensi orang yang berisiko tinggi meningkat, dan masih rendahnya angka imunisasi. Strategi imunisasi berdasarkan umur lebih berhasil meningkatkan cakupan vaksin daripada berdasarkan kondisi medis. Orang usia 64 tahun tanpa risiko tinggi juga mendapat keuntungan dari imunisasi, yaitu penurunan angka sakit influenza, penurunan absensi kerja, dan penurunan kunjungan berobat dan pengobatan. Sedangkan usia 50 tahun merupakan usia dimana pelayanan pencegahan lain dimulai, sedangkan penilaian rutin imunisasi dan pelayanan pencegahan lain telah direkomendasikan.1,2,4-11
· Orang yang dapat menularkan influenza kepada orang dengan risiko tinggi. Orang yang terinfeksi baik secara klinis maupun subklinis dapat menularkan virus influenza kepada orang yang berisiko tinggi menderita komplikasi akibat influenza. Mengurangi penularan influenza dari perawat kepada orang dengan risiko tinggi dapat mengurangi kematian yang berhubungan dengan influenza diantara orang dengan risiko tinggi.
Kelompok yang sebaiknya diimunisasi adalah:
Ø Dokter, perawat, dan tenaga lain di rumah sakit dan rawat jalan, termasuk tenaga di gawat darurat (seperti paramedis dan teknisi)
Ø Karyawan rumah perawatan dan fasilitas perawatan jangka panjang yang kontak erat dengan pasien atau orang yang tinggal
Ø Karyawan yang membantu atau tinggal dengan orang yang termasuk kelompok risiko tinggi
Ø Orang yang menyediakan perawatan rumah kepada orang yang termasuk kelompok risiko tinggi
Ø Anggota keluarga (termasuk anak-anak) dari orang yang termasuk kelompok risiko tinggi
Karena anak usia 0-23 bulan berisiko tinggi dirawat akibat influenza, imunisasi dianjurkan bagi orang yang kontak erat dengannya, terutama yang kontak dengan bayi usia 0-5 bulan karena vaksin influenza belum dibuktikan penggunaannya bagi usia <6 bulan oleh Food and Drug Administration.1,2,4-11

Imunisasi untuk populasi spesifik
· Wanita hamil
Karena meningkatnya risiko komplikasi yang berhubungan dengan influenza, wanita yang usia kehamilannya di luar trimester pertama (>14 minggu usia kehamilan) selama musim influenza sebaiknya diimunisasi. Pada trimester pertama kehamilan sebaiknya tidak diberikan imunisasi.1,2
· Orang dengan HIV
Pemberian vaksin influenza inaktif pada orang yang terinfeksi HIV yang memiliki gejala gejala AIDS minimal dan hitung sel limfosit-T CD4+ >200 menunjukkan adanya titer antibodi substansial melawan influenza .1,2
· Ibu menyusui
Vaksin influenza aman dan efektif untuk ibu menyusui dan tidak berpengaruh terhadap bayinya.1,2
· Orang yang bepergian
Risiko terpajan influenza selama bepergian tergantung pada waktu dan tujuan. Orang dengan risiko tinggi menderita komplikasi akibat influenza yang akan bepergian ke daerah yang sedang musim dingin sebaiknya diimunisasi.
IV.3. Jadwal dan Cara Pemberian
Vaksin influenza diberikan secara intramuskular di otot deltoid pada orang dewasa dan anak yang lebih besar sedangkan untuk bayi dapat diberikan di paha anterolateral.1,2,4-10 Vaksin diberikan dua kali, dengan interval minimal 4 minggu, pada anak usia >9 tahun diberikan satu kali selanjutnya diulang sekali setiap tahun. Pada anak atau dewasa dengan gangguan imun, diberikan 2 dosis setiap tahun dengan interval minimal 4 minggu, untuk mendapatkan antibodi yang memuaskan. Berikut ini adalah jadwal imunisasi yang direkomendasikan oleh berbagai negara di dunia (Tabel 1, 2, 3).

Tabel 3. Dosis imunisasi influenza di Australia4

Umur
Dosis
Jumlah dosis
6 bulan - 2 tahun
0,125 ml
1 atau 2*
2 - 6 tahun
0,25ml
1 atau 2*
6 - 9 tahun
0,5 ml
1 atau 2*
>9tahun
0,5 ml
1
* Dosis kedua minimal berjarak 1 bulan dari dosis pertama direkomendasikan bagi anak umur <9 tahun yang menerima vaksin influenza untuk pertama kalinya.

Tabel 4. Dosis imunisasi influenza di Kanada5
Kelompok Umur
Tipe vaksin
Dosis vaksin
Jumlah dosis
6 - 35 bulan
Split virus
0,25 ml
1 atau 2*
3 - 8 tahun
Split virus
0.5 ml
1 atau 2*
≥ 9 tahun
Split virus
0.5 ml
1
* Anak umur <9 tahun yang belum pernah mendapat imunisasi membutuhkan 2 dosis imunisasi berselang 4 minggu.
Tabel 5. Dosis imunisasi influenza di Amerika Serikat2
Kelompok Umur
Produk
Dosis vaksin
Jumlah dosis
6 – 35 bulan
Split virus
0.25 ml
1 * atau 2
3 – 8 tahun
Split virus
0.50 ml
1* atau 2
≥ 9 tahun
Split virus
0.50 ml
1
* Hanya perlu satu dosis saja bila sebelumnya telah menerima vaksin influenza pada musim influenza sebelumnya.

Di negara subtropis, seperti Australia dan Amerika Serikat, waktu imunisasi yang paling tepat adalah pada musim gugur untuk mengantisipasi kejadian luar biasa (outbreaks) influenza pada musim dingin, tetapi imunisasi pula dapat dilakukan pada bulan Februari. Pada musim gugur kesempatan memberikan imunisasi pada orang yang memiliki risiko tidak boleh terlewatkan bila mereka rajin mengunjungi tempat pelayanan kesehatan. Imunisasi dapat diberikan pada orang dewasa atau anak-anak bahkan setelah adanya aktivitas virus influenza dalam komunitas karena perlindungan dapat dicapai dalam beberapa hari.1,2,4-10
Vaksin influenza dapat diberikan bersamaan dengan vaksin lain termasuk vaksin pneumonia dan semua vaksin yang dijadwalkan untuk anak. Orang dewasa yang telah diimunisasi akan timbul titer antibodi yang cukup memberikan perlindungan terhadap strain virus yang ada di dalam vaksin maupun strain virus lainnya yang masih berhubungan.1,2,4-10
IV.4. Efektivitas
Efektivitas vaksin influenza terutama bergantung pada umur dan status imun penerima, dan derajat kesamaan antara strain virus dalam vaksin dengan jenis virus yang beredar. Sebagian besar anak dan dewasa mempunyai kadar titer antibodi hemaglutinin inhibisi yang cukup tinggi setelah imunisasi. Titer antibodi ini memberikan perlindungan terhadap penyakit yang disebabkan oleh strain virus yang sama dengan vaksin.1
Bayi umur 6 bulan dapat mempunyai titer antibodi yang protektif setelah imunisasi influenza walaupun respons antibodi di antara anak-anak yang berisiko tinggi adalah lebih rendah daripada respons antibodi anak-anak sehat. Pada penelitian randomisasi di antara anak umur 1-15 tahun, vaksin influenza inaktif 77-91% efektif melawan sakit saluran napas akibat influenza, 44-49% efektif pada anak umur 1-5 tahun, 74-76% pada anak umur 6-10 tahun, dan 70-81% pada umur 11-15 tahun. Suatu penelitian melaporkan efikasi vaksin dalam melawan sakit influenza pada anak sehat umur 3-9 tahun adalah 56%. Penelitian lain melaporkan efikasi vaksin untuk anak dengan asma adalah 22-54% pada umur 2-6 tahun dan 60-78% pada umur 7-14 tahun. Penelitian 2-year randomized pada anak umur 6-24 bulan melaporkan bahwa 89% anak mempunyai serokonversi terhadap ketiga strain vaksin selama dua tahun, efikasi vaksin 66% (95%CI = 34% dan 82%) pada tahun pertama diantara 411 anak dan 7% (95% CI= -247 dan 67%) pada tahun kedua diantara 375 anak.1
Bila kesamaan antara virus dalam vaksin dan yang beredar cukup dekat, maka vaksin influenza 70-90% efektif pada orang sehat umur <65 tahun. Di antara orang usia lanjut yang tinggal di luar tempat perawatan, vaksin influenza 30-70% efektif mencegah perawatan rumah sakit karena influenza ataupun pneumonia. Di antara orang usia lanjut yang tinggal di rumah perawatan, vaksin influenza efektif dalam mencegah sakit yang parah, komplikasi sekunder dan kematian. Pada populasi ini vaksin 50-60% efektif dalam mencegah perawatan rumah sakit atau pneumonia dan 80% efektif dalam mencegah kematian meskipun efektivitas vaksin untuk mencegah sakit influenza mungkin lebih rendah. Vaksin yang tersedia saat ini memberikan perlindungan selama kurang lebih satu tahun. Untuk perlindungan berkelanjutan diperlukan vaksin yang mengandung strain yang sedang beredar.1,2,4,5
Pada orang usia lanjut dan orang dengan penyakit kronik memiliki titer antibodi pasca imunisasi lebih rendah daripada dewasa muda sehat dan dapat tetap rentan terhadap infeksi saluran napas atas yang berhubungan dengan influenza. Satu penelitian randomisasi di antara orang usia ≥60 tahun melaporkan efektivitas vaksin 58% melawan sakit saluran napas akibat influenza. Efektivitas vaksin mungkin lebih rendah pada orang umur ≥70 tahun. Vaksin juga dapat efektif dalam mencegah komplikasi sekunder dan mengurangi risiko perawatan rumah sakit dan kematian akibat influenza. Di antara orang usia lanjut yang tinggal di luar rumah perawatan atau fasilitas perawatan jangka panjang lainnya vaksin influenza 30-70% efektif mencegah perawatan rumah sakit akibat pneumonia dan influenza. Di antara orang usia lanjut yang tinggal di rumah perawatan, vaksin influenza paling efektif mencegah penyakit berat, komplikasi sekunder dan kematian. Di antara populasi tersebut, vaksin 50-60% efektif dalam mencegah perawatan rumah sakit atau pneumonia dan 80% dalam mencegah kematian, sedangkan efektivitas dalam mencegah penyakit influenza berkisar 30-40%.1
Penelitian pada jemaah haji Pakistan pada tahun 1999 (The incidence of vaccine-preventable influenza –like illness and medication use among Pakistan pilgrims to The Haj in Saudi Arabia) berjumlah 2070 subyek menunjukkan efektivitas hanya sebesar 38%. Penelitian lain dikalangan jamaah haji Malaysia pada tahun 2000 (A Case-control study of infuenza vaccine efficacy among Malaysia pilgrim attending the Haj in Saudi Arabia) yang mencakup 1420 subyek menunjukkan efektivitas sebesar 77%.13
IV.5. Cost-effectiveness
Vaksin influenza dapat mengurangi biaya perawatan kesehatan dan produktivitas yang hilang karena sakit influenza. Penelitian ekonomi tentang imunisasi influenza pada orang umur ≥65 tahun yang dilakukan di Amerika Serikat melaporkan mengenai biaya yang dihemat dan pengurangan angka perawatan di rumah sakit dan kematian.1
Penelitian pada orang dewasa umur <65 tahun melaporkan bahwa imunisasi dapat mengurangi biaya medis maupun biaya tidak langsung karena absen kerja. Pengurangannya berkisar antara 34-44% dalam kunjungan dokter, 32-45% hilangnya hari kerja, dan 25% penggunaan antibiotik untuk sakit sekunder karena influenza. Satu analisis tentang cost-effectiveness memperkirakan penghematan rata-rata sebesar US$60-4000 per sakit diantara orang sehat umur 18-64 tahun, hal itu bergantung pada harga imunisasi, tingkat serangan influenza, dan efektivitas vaksin melawan sakit yang menyerupai influenza. Penelitian lain memperkirakan penghematan sebesar US$13,66/orang yang diimunisasi/tahun. Pada penelitian ini 78% dari biaya yang dihemat termasuk hilangnya produktivitas kerja, tetapi pada penelitian pertama tidak memasukkannya.1
Penelitian ekonomi yang spesifik mengevaluasi cost-effectiveness imunisasi pada orang berusia 50-64 tahun tidak ada dan hanya sedikit penelitian yang mengevaluasi tentang imunisasi rutin pada anak. Tetapi pada satu penelitian yang meliputi semua kelompok umur didapatkan hasil bahwa cost-utility meningkat sesuai dengan peningkatan umur dan di antara orang yang sakit kronik. Pada orang umur ≥65 tahun, imunisasi menyebabkan penghematan sebesar $23-256/QALY(Quality Adjusted Life Year) pada kelompok umur yang lebih muda.1
Sedangkan di Indonesia belum dapat dihitung cost-effectiveness karena belum ada data nasional tentang penyakit influenza beserta komplikasinya maupun imunisasi influenza. Saat ini pelaksanaan imunisasi influenza untuk pasien haji di Indonesia, biaya masih dibebankan kepada jamaah dengan harga ± Rp. 150.000,00.13
IV.6. Efek Samping
Efek samping yang sering adalah nyeri pada lokasi suntikan. Selain itu juga dapat ditemukan demam, malaise dan mialgia. Efek samping ini dapat terjadi beberapa jam setelah imunisasi dan menghilang setelah 1-2 hari. Pada anak <5 tahun efek samping ini mungkin lebih jelas. Kejadian ikutan pascaimunisasi juga dapat menyerupai influenza. Kejadian ikutan pascaimunisasi sistemik akut seperti anafilaksis, angio-edema, asma dan urtikaria jarang terjadi. Gejala tersebut timbul sebagai respons alergik terhadap komponen residu proses pembuatan, terutama protein telur. 1,2,4-12
Pada tahun 1976 vaksin influenza swine produksi Amerika Serikat, dihubungkan dengan peningkatan frekuensi penyakit sindrom Guillain Barre (SGB) pada orang lanjut usia, prevalensinya sekitar 1-2 orang per 100.000 populasi dewasa. Namun penelitian yang lebih baru pada tahun 1992-1994 menunjukkan tidak ada hubungan antara imunisasi influenza dengan insidens SGB, kemungkinan dapat terjadi pada satu kasus SGB dari satu juta orang dewasa yang diimunisasi. 1
IV.7. Kontraindikasi
· Individu yang memiliki hipersensitivitas anafilaksis terhadap telur, termasuk bila setelah makan telur timbul bengkak di bibir atau lidah atau pernah mengalami distress pernapasan akut atau pingsan.
· Individu dengan hipersensitivitas terhadap komponen vaksin.
· Individu dengan demam akut >38,5°C, imunisasi harus ditunda sampai gejala menghilang. Tetapi gejala yang ringan dengan atau tanpa demam bukan merupakan kontraindikasi imunisasi.
· Pasien dengan riwayat Sindrom Guilain-Barre (SGB) sebelum imunisasi influenza mempunyai risiko lebih besar dari pada pasien yang tidak mempunyai riwayat SGB untuk timbul kembali SGB setelah imunisasi influenza. 1,2,4-10





BAB V
REKOMENDASI
Berdasarkan hasil kajian diatas maka disusun rekomendasi sebagai berikut:
I. Perlu dilakukan penelitian/surveilans tentang insidens, morbiditas dan mortalitas penyakit influenza atau influenza-like illness, cost-effectiveness imunisasi influenza serta pemetaan strain virus influenza di Indonesia. (Rekomendasi C)
II. Sementara sebelum ada hasil penelitian di Indonesia, berdasarkan hasil kajian kepustakaan tim ahli merekomendasikan hal-hal sebagai berikut:
· Vaksin influenza tidak diberikan rutin kepada setiap orang.
· Imunisasi influenza sebaiknya diberikan kepada orang yang berisiko tinggi, yaitu:
- Orang usia ≥65 tahun.
- Anak usia >6 bulan dan dewasa dengan penyakit kronik kardiovaskular, paru, metabolik termasuk diabetes mellitus dan disfungsi ginjal, dan berbagai tipe penyakit imunodefisiensi termasuk orang dengan AIDS dan resipien transplantasi organ.
- Petugas kesehatan yang kontak erat dengan orang yang berisiko tinggi.
· Imunisasi influenza tidak boleh diberikan kepada:
- Individu yang hipersensitif terhadap telur dan komponen vaksin.
- Individu dengan riwayat Sindrom Guilain-Barre (SGB)
- Individu yang demam dan kehamilan trimester pertama.
· Vaksin influenza diberikan setiap tahun.
(Rekomendasi C)
III. Perlu dilaksanakan evaluasi hasil penggunaan vaksin influenza pada anak, dewasa, usila serta orang yang berpenyakit kronik.
(Rekomendasi C)



DAFTAR PUSTAKA
1. Bridges CB, Fukuda K, Uyeki TM, Cox NJ, Singleton JA. Prevention and control of influenza. Recommendations of the Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP). Recommendations and Reports 2002;51:1-31.
2. Center for Disease Control and Prevention. Influenza. Dalam: Epidemiology and prevention of vaccine preventable disease. The Pink Book. Edisi 7. Atlanta: Department of Health and Human Services. CDC, 2003.
3. Reichert TA, Sugaya N, Fedson DS, Glezen WP, Simonsen L, Tashiro M. The Japanese experience with vaccinating schoolchildren against influenza. N Eng J Med 2001;344:889-96.
4. National Health and Medical Research Council. Influenza. Dalam: The australian immunisation handbook. Edisi 7. Canberra: NHMRC 2000.h. 140-7.
5. The National Advisory Committee on Immunization. Influenza vaccine. Dalam: Canadian immunization guide. Edisi 6. Canada: Canada Medical Association 2002. h. 120-7.
6. Gonzales M, Pirez MC, Ward E, Dibarboure H, Garcia A, Picolet H. Safety and immunogenicity of a paediatric presentation of an influenza vaccine. Arch Dis Child 2000;83:488-91.
7. Ahmed F, Singleton JA, Franks AL. Influenza vaccination for healthy young adults. N Engl J Med 2001;345: 1543-7.
8. Irawan HS. Influenza. Dalam: Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, penyunting. Buku ajar ilmu kesehatan anak infeksi dan penyakit tropik. Edisi 1. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia 2002. h.270-80
9. Kartasasmita C. Influenza. Dalam: Ranuh IGN, Soeyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita C, penyunting. Buku imunisasi di Indonesia. Edisi 1. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia 2001.h.137-42.
10. WHO. Influenza vaccines. Didapat dari: URL:
http://www.who.int/wer/pdf/2002/wer7728pdf
11. WHO. Influenza : report by the secretariat. Geneva, 26 November 2002.
12. Kartasasmita C.B. Vaksin influenza untuk anak. Disampaikan pada: Malam Klinik Rapat Kerja Satgas Imunisasi PP-IDAI, 14 Maret 2003. Bangka, Indonesia. 2003.
13. Sub Direktorat Kesehatan Haji. Telaahan tentang imunisasi influenza bagi jamaah haji. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Departemen Kesehatan: Juli 2003.
14. WHO. Recommendations for influenza vaccine composition. Didapat dari: URL: http://www.who.int/csr/disease/influenza/vaccinerecommendations1/en/
15. Nichol KL, Lind A, Margolis KL, Murdoch M, McFadden R, Hauge M, dkk. The effectiveness of vaccination against influenza in healthy, working adults. N Engl J Med 1995;333:889-93.
16. Nichol KL, Baken L, Nelson A. Relation between influenza vaccination and outpatient visits, hospitalization, and mortality in elderly person with chronic lung disease. Ann Intern Med 1999;130:397-403.
17. Hak E, Verheij, Th JM, Grobbee DE, Nichol KL, Hoes AW. Confounding by indication in non-experimental evaluation of vaccine effectiveness: the example of prevention of influenza complication. J Epidemiol Community Health 2002;56:951-5.
18. Belshe RB, Mendelman PM, Treanor J, King J, Gruber WC, Piedra P, dkk. The efficacy of live attenuated, cold-adapted, trivalent, intranasal influenza virus vaccine in children. N Eng J Med 1998;338:1405-12.
19. Luce BR, Zangwill KM, Palmer CS, Mendleman PM, Yan L, Wolff MC, dkk. Cost-effectiveness analysis of an intranasal influenza vaccine for the prevention of influenza in healthy children. Pediatrics 2001;108:e42.
20. Izurieta HS, Thompson WW, Kramarz P, Shay DK, Davis RL, Destefano F, dkk. Influenza and the rates of hospitalization for respiratory disease among infants and young children. N Eng J Med 2000;342:232-9.
21. The American Lung Association Asthma Clinical Research Centers. The Safety of Inactivated Influenza Vaccine in Adults and Children with Asthma. N Eng J Med 2001;345:1529-36.
22. Barnett ED. Influenza immunization for children. N Eng J Med;1998: 338:1459-61.
23. Beyer WEP. Routine influenza vaccination for healthy children old concept, new technologies. Arch Dis Child 2000;83:461-3.
24. Bjornson G, Scheifele D, Metzger D, Ferguson A, Wensley D, Whitfield M. Promoting the use of influenza vaccine for children at risk of complications. BC Medical Journal 2002;42:89-90.
25. White T, Lavoie S, Nettleman MD. Potential cost savings attributable to influenza vaccination of school-aged children. Pediatrics 1999;103(6): e73
26. Nichol KL, Nordin J, Mullooly J, Lask R, Fillebrandt K, Iwane M. Infuenza vaccination and reduction in hospitalizations for cardiac disease and stroke among the elderly. N Eng J Med 2003;348:1322-32.
27. Russell ML. Influenza vaccination in Alberta long-term care facilities. CMAJ 2001;164:1423-31.
28. Djauzi, S. Immunization of adults. Department of internal medicine, Faculty of Medicine, University of Indonesia. Jakarta. Didapat dari
URL: http://www.interna.fk.ui.ac.id/ami/online/ami3302/Review_article1.htm
29. Influenza and pneumococcal vaccination levels among persons aged >/=65 Years. MMWR 2002;51:1019-24.
30. Recommended childhood and adolescent immunization schedule. MMWR 2003;52:Q1-4.



ANGGOTA PANEL

PANEL AHLI

1. DR. Dr. Cissy B. Kartasasmita, SpA(K)
Anggota Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
Bagian IKA, FK UNPAD-RSU Hasan Sadikin, Bandung
2. DR. Dr. Samsuridjal Djauzi, SpPD, KAI
Ketua Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)
Subbagian Alergi Imunologi, IPD, FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta
3. Dr. Erwanto Budi Winulyo, SpPD
Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)
Subbagian Alergi Imunologi, IPD, FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta
4. Prof. Dr. Agus Sjahrurahman, SpMK, PhD
Bagian Mikrobiologi FKUI- RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta
5. Dr. Setyawati Budiningsih, MPH
Kepala Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta
6. DR. Dr. Julitasari S, MSc
Direktorat EPIM & Kesma
Ditjen P2M-Departemen Kesehatan RI, Jakarta
7. Dra. Linda Sitanggang, PhD
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Jakarta
8. Dra. Retno Tyas Utami
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Jakarta

UNIT PENGKAJIAN TEKNOLOGI KESEHATAN INDONESIA
1. Prof. DR. Dr. Sudigdo Sastroasmoro, SpA(K)
Ketua
2. Dr. Santoso Soeroso, SpA(K), MARS
Anggota
3. Dr. N. Soebijanto, SpPD
Anggota
4. Dr. Ratna Mardiati, SpKJ
Anggota
5. Dr. Wuwuh Utami, M Kes
Anggota
6. Drg. Rarit Gempari, MARS
Anggota
7. Dr. Frida Soesanti
Anggota
8. Dr. Nila Kusumasari
Anggota