Mengenai Saya

Merupakan kumpulan orang-orang yang peduly terhadap keluarga indonesia terutama dari sisi Kesehatan, dimana kebahagiaan tidak akan tercapai pada raga yang sakit. untuk itu misi kami adalah membantu masyarakat dapat hidup dengan sehat dan bahagia

Kamis, 12 Februari 2009

Vaksinasi Kanker Leher Rahim

Vaksinasi Kanker Rahim (Cervical Cancer)

ngedengar Maia ahmad mao vaksinasi Kanker rahim temen kosan saya bilang : “Emang ada ya?!!Bo, mau eike..!!”
eit, tunggu dulu.. jangan sembarang maen mau ajah…. beneran Vaksinasi ini ada?? ada Efek sampingnya kah? dan seberapa jauh pengaruhnya bagi tubuh kita …
Kanker Rahim dan Faktanya !! nama lainnya cervical cancer. Setiap tahunnya sekitar 500.000 perempuan didiagnosa menderita kanker rahim dan lebih dari 250.000 meninggal dunia karena penyakit ini. Total 2,2 juta perempuan di dunia menderita kanker Rahim. Kanker Rahim cenderung muncul pada perempuan berusia 35-55 tahun, namun dapat pula muncul pada perempuan dengan usia yang lebih muda.Di Indonesia, diperkirakan setiap harinya terjadi 41 kasus baru kanker serviks dan 20 perempuan meningal dunia karena penyakit tersebut. penyakit ini cukup adil, kenapa adil? ya karena tidak dalam “peyerangannya’ tidak memandang kaya ataukah miskin, cantik atau tidak, gendut ataukah kurus si objek penderita. Tapi yang pasti si penderita ini (pastilah) memiliki rahim. dengan kata lain. wanita lah sasaran utamanya.
Tentang Vaksin!! Penghasil Vaksin ini pertama kali adalah Gardasil. Vaksin tersebut bekerja dengan mendorong sistem kekebalan tubuh manusia menyerang dua turunan virus papiloma manusia atau HPV(Human Papiloma Virus), yang menyebabkan 70 persen kasus kanker rahim. Uji coba yang dilakukan pada tahun 2005, oleh badan internasional menemukan bahwa vaksin ini 100 persen efektif dalam mencegah kanker stadium dini dan ketidak normalan akibat turunan virus yang muncul sebelum kanker terjadi. Salah satu keuntungan vaksin itu adalah bisa mengganti pemeriksaan rahim dan bisa diterapkan di negara-negara miskin yang tidak bisa membeli peralatan pemeriksaan rahim tersebut.
Vaksin yang masuk ke Indoensia adalah jenis vaksin Quadrivalent HPV, yang dapat memberikan kekebalan pada HPV tipe 6, 11, 16 dan 18. Walau saat ini diketahui ada 120 jenis HPV, hampir 90% kanker serviks disebabkan oleh empat tipe yang ter-cover oleh vaksin quadrivalen tersebut.Efek Samping?? vaksin ini aman dan tidak ada efek samping bila digunakan, pasalnya, vaksin ini juga telah dipakai di Singapura, Thailand dan Malaysia.
Kapan Sebaiknya Vaksinasi ini Diberikan ?? Doktor Eliav Barr, kepala pengembangan klinis Merck, mengatakan vaksin ini kemungkinan bekerja lebih efektif jika diberi kepada anak perempuan sebelum akil balik, kemungkinan saat berusia antara 10-13 tahun. “Ini adalah vaksin pencegahan, jadi sangat penting jika vaksin ini diberikan kepada kaum wanita sebelum terinfeksi. Rata-rata kaum wanita terinfeksi saat berusia antara belasan tahun dan awal dua puluhan. Waktu yang paling optimal untuk memberi vaksin ini adalah sebelum melakukan hubungan seksual pertama kali.”
Harga Vaksin ??? Harga vaksin untuk kanker rahim saat ini masih teramat mahal. Untuk sekali suntik, biayanya berkisar antara Rp900 ribu-Rp1 juta. Penyuntikan sendiri harus diulang pada bulan ke dua setelah suntikan pertama dan enam bulan kemudian. Jadi kisarannya, untuk tiga kali paket suntikan biayanya bisa mencapai Rp3,5 juta lebih. Ini belum termasuk ongkos dokter ongkos ankot dan ongkos ojek namun, diprediksikan dalam 3 hingga 4 tahun ke depan kemungkinan harga vaksin sudah lebih murah dan terjangkau (ngarep mode). Tapi, beberapa sekolah diadakan vaksinasi secara geratis. (mau dunk!!) cuma masa saya nyamar jadi anak smp??
Hadirnya vaksin ini setidakna dapat mengurangi ke”parno”an saya dan mungkin jutaan wanita diluar sana. Lebih baik mencegah dari pada mengobati, bukan? tapi kapan ya? harga vaksinnya turun?? Mao sehat ajah kok mahal!! [protes mode....]

Sumber Glitter Puri

Rabu, 11 Februari 2009

BCG ( BACILLUS CALMETTE-GUERIN )

Penularan penyakit TBC terhadap seorang anak dapat terjadi karena terhirupnya percikan udara yang mengandung kuman TBC. Kuman ini dapat menyerang berbagai organ tubuh, seperti paru-paru (paling sering terjadi), kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal, hati, atau selaput otak (yang terberat). Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan pada bayi yang baru lahir sampai usia 12 bulan, tetapi imunisasi ini sebaiknya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan. Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja. Bila pemberian imunisasi ini "berhasil," maka setelah beberapa minggu di tempat suntikan akan timbul benjolan kecil. Karena luka suntikan meninggalkan bekas, maka pada bayi perempuan, suntikan sebaiknya dilakukan di paha kanan atas. Biasanya setelah suntikan BCG diberikan, bayi tidak menderita demam.

Pemberian Imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit Tuberkulosis ( TBC ), Imnunisasi ini diberikan hanya sekali sebelum bayi berumur dua bulan. Reaksi yang akan nampak setelah penyuntikan imunisasi ini adalah berupa perubahan warna kulit pada tempat penyuntikan yang akan berubah menjadi pustula kemudian pecah menjadi ulkus, dan akhirnya menyembuh spontan dalam waktu 8 – 12 minggu dengan meninggalkan jaringan parut, reaksi lainnya adalah berupa pembesaran kelenjar ketiak atau daera leher, bial diraba akan terasa padat dan bila ditekan tidak terasa sakit. Komplikasi yang dapat terjadi adalah berupa pembengkakan pada daerah tempat suntikan yang berisi cairan tetapi akan sembuh spontan.

Campak

Campak adalah penyakit yang sangat menular yang dapat disebabkan oleh sebuah virus yang bernama Virus Campak. Penularan melalui udara ataupun kontak langsung dengan penderita.Gejala-gejalanya adalah : Demam, batuk, pilek dan bercak-bercak merah pada permukaan kulit 3 – 5 hari setelah anak menderita demam. Bercak mula-mula timbul dipipi bawah telinga yang kemudian menjalar ke muka, tubuh dan anggota tubuh lainnya. Komplikasi dari penyakit Campak ini adalah radang Paru-paru, infeksi pada telinga, radang pada saraf, radang pada sendi dan radang pada otak yang dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen ( menetap ). Pencegahan adalah dengan cara menjaga kesehatan kita dengan makanan yang sehat, berolah raga yang teratur dan istirahat yang cukup, dan paling efektif cara pencegahannya adalah dengan melakukan imunisasi. Pemberian Imunisasi akan menimbulkan kekebalan aktif dan bertujuan untuk melindungi terhadap penyakit campak hanya dengan sekali suntikan, dan diberikan pada usia anak sembilan bulan atau lebih.

CAMPAK DI INDONESIA
Program Pencegahan dan pemberantasan Campak di Indonesia pada saat ini berada pada tahap reduksi dengan pengendalian dan pencegahan KLB. Hasil pemeriksaan sample darah dan urine penderita campak pada saat KLB menunjukkan Igm positip sekitar 70% – 100%. Insidens rate semua kelompok umur dari laporan rutin Puskesmas dan Rumah Sakit selama tahun 1992 – 1998 cenderung menurun, terutama terjadi penurunan yang tajam pada kelompok umur = 90%) dan merata disetiap desa masih merupakan strategi ampuh saat ini untuk mencapai reduksi campak di Indonesia pada tahun 2000. CFR campak dari Rumah Sakit maupun dari hasil penyelidikan KLB selama tahun 1997 – 1999 cenderung meningkat, kemungkinan hal ini terjadi berkaitan dengan dampak kiris pangan dan gizi, namun masih perlu dikaji secara mendalam dan komprehensive. Sidang WHO tahun 1988, menetapkan kesepakatan global untuk membasmi polio atau Eradikasi Polio (Rapo), Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) dan Reduksi Campak (RECAM) pada tahun 2000. Beberapa negara seperti Amerika, Australia dan beberapa negara lainnya telah memasuki tahap eliminasi campak. Pada sidang CDC/PAHO/WHO tahun 1996 menyimpulkan bahwa campak dimungkinkan untuk dieradikasi, karena satu-satunya pejamu (host) atau reservoir campak hanya pada manusia dan adanya vaksin dengan potensi yang cukup tinggi dengan effikasi vanksin 85%. Diperkirakan eradikasi akan dapat dicapai 10 – 15 tahun setelah eliminasi. Program imunisasi campak di Indonesia dimulai pada tahun 1982 dan masuk dalam pengembangan program imunisasi. Pada tahun 1991, Indonesia dinyatakan telah mencapai UCI secara nasional. Dengan keberhasilan Indonesia mencapai UCI tersebut memberikan dampak positip terhadap kecenderungan penurunan insidens campak, khususnya pada Balita dari 20.08/10.000 – 3,4/10.000 selama tahun 1992 – 1997 (ajustment data rutin SST). Walaupun imunisasi campak telah mencapai UCI namun dibeberapa daerah masih terjadi KLB campak, terutama di daerah dengan cakupan imunisasi rendah atau daerah kantong. Tahapan pemberantasan Campak Pemberantasan campak meliputi beberapa tahapan, dengan kriteria pada tiap tahap yang berbeda-beda. a. Tahap Reduksi. Tahap reduksi campak dibagi dalam 2 tahap: Tahap pengendalian campak. Pada tahap ini terjadi penurunan kasus dan kematian, cakupan imunisasi >80%, dan interval terjadinya KLB berkisar antara 4 – 8 tahun. Tahap pencegahan KLB. Pada tahun ini cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi dan merata, terjadi penurunan tajam kasus dan kematian, dan interval terjadinya KLB relative lebih panjang. b. Tahap Eliminasi Pada tahap eliminasi, cakupan imunisasi sudah sangat tinggi (>95%), dan daerah-daerah dengan cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus campak sudah jarang dan KLB hampir tidak pernah ternadi. Anak-anak yang dicurigai tidak terlindung (susceptible) harus diselidiki dan mendapat imunisasi tambahan. C. Tahap Eradikasi Cakupan imunisasi tinggi dan merata, dan kasus campak sudah tidak ditemukan. Transmisi virus sudah dapat diputuskan, dan negara-negara di dunia sudah memasuki tahap eliminasi. Pada TCG Meeting, Dakka, 1999, menetapkan Indonesia berada pada tahap reduksi dengan pencegahan terjadinya KLB. Tujuan Reduksi Campak Reduksi campak bertujuan menurunkan angka insidens campak sebesar 90% dan angka kematian campak sebesar 95% dari angka sebelum program imunisasi campak dilaksanakan. Di Indonesia, tahap reduksi campak diperkirakan dengan insiden menjadi 50/10.000 balita, dan kematian 2/10.000 (berdasarkan SKRT tahun 1982). Strategi Reduksi CampakReduksi campak mempunyai 5 strategi yaitu: Imunisasi Rutin 2 kali, pada bayi 9-11 bulan dan anak Sekolah Dasar Kelas I (belum dilaksanakan secara nasional) dan Imunisasi Tambahan atau Suplemen. Surveilans Campak. Penyelidikan dan Penanggulangan KLB Manajemen Kasus Pemeriksaan Laboratorium Masalah pokok Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia. Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia masih belum sebaik surveilans eradikasi polio. Kendala utama yang dihadapi adalah, kelengkapan data/laporan rutin Rumah Sakit dan Puskesmas yang masih rendah, beberapa KLB campak yang tidak terlaporkan, pemantauan dini (SKD – KLB) campak pada desa-desa berpotensi KLB pada umumnya belum dilakukan dengan baik terutama di Puskesmas, belum semua unit pelayanan kesehatan baik Pemerintah maupun Swasta ikut berkontribusi melaporkan bila menemukan campak. Dukungan dana yang belum memadai, terutama untuk melaksanakan aktif surveilans ke Rumah Sakit dan pengembangan surveilans campak pada umumnya. Surveilans campak sangat penting untuk menilai perkembangan pemberantasan campak dan untuk menentukan strategi pemberantasannya di setiap daerah. Angka Insidens Insidens campak di Indonesia selama tahun 1992 – 1998 dari data rutin Rumah sakit dan Puskesmas untuk semua kelompok umur cenderung menurut dengan keleng - kapan laporan rata-rata Puskesmas kurang lebih 60% dan Rumah sakit 40%. Penurunan Insidens paling tajam terjadi pada kelompok umur Kejadian Luar Biasa (KLB). Dampak keberhasilan cakupan imunisasi campak nasional yang tinggi dapat menekan insidens rate yang cukup tajam selama 5 tahun terakhir, namun di beberapa desa tertentu masih sering terjadi KLB campak. Asumsi terjadinya KLB campak di beberapa desa tersebut, disebabkan karena cakupan imunisasi yang rendah (90%) atau kemungkinan masih rendahnya vaksin effikasi di desa tersebut. Rendahnya vaksin effikasi ini dapat disebabkan beberapa hal, antara lain kurang baiknya pengelolaar: rantai dingin vaksi yang dibawa kelapangan, penyimpanan vaksin di Puskesmas cara pemberian imunisasi yang, kurang baik dan sebagainya. Dari beberapa hasil penyelidikan lapangan KLB campak dilakukan oleh Subdit Surveilans dan Daerah selama tahun 1998 – 1999, terlihat kasus-kasus campak yang belum mendapat imunisasi masih cukup tinggi, yaitu kurang lebih 40% – 100% (Grafik: 9). Dari sejumlah kasus-kasus yang belum mendapat imunisasi tersebut, pada umumnya (>70%) adalah Balita. Frekuensi KLB campak berdasarkan laporan yang dikirim dari seluruh propinsi Indonesia ke Subdit Surveilans melalui laporan (W 1) selam tahun 1994 – 1999 terlihat ber fluktuasi, dan cenderung meningkat dari tahun 1998 – 1999 yaitu dari 32 kejadian menjadi 56 kejadian (grafik: 2). Angka frekuensi tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas laporan W1 dari Propinsi atau Kabupaten/Kota. Daerah-daerah dengan sistern pencatatan dan pelaporan Wl yang cukup intensive dan mempunyai kepedulian yang cukup tinggi terhadap pelaporan Wl KLB, mempunyai kontribusi yang besar terhadap kecenderungan meningkatnya frekuensi KLB campak di Indonesia (Jawa Barat, NTB, Jambi Bengkulu, Yogyakarta). Dari sejumlah KLB yang dilaporkan ke Subdit Surveilans, diperkirakan KLB campak yang sesungguhnya terjadi jauh lebih baik. Dengan pengertian lain, masih cukup banyak KLB campak yang tidak terlaporkan oleh Daerah dengan berbagai kendala. Walaupun frekuensi KLB campak yang dilaporkan mengalami peningkatan, namun jumlah kasusnya cenderung menurun dengan rata-rata kasus setiap KLB selam tahun 1994 – 1999 sekitar 15 – 55 kasus pada setiap kejadian. Berarti besarnya jumlah kasus setiap episode KLB campak selama periode tahun tersebut rata-rata tidak lebih dari 15 kasus (grafik: 3 dan 4). Dari 19 lokasi KLB campak yang diselidiki o1eh Subdit Surveilans dan Daerah serta mahasiswa FETP (UGM) selama tahun 1999, terlihat Attack Rate pada KLB campak dominan pada kelompok umur Balita, (Grafik 5 dan 6'). (pie diagram). Angka proporsi penderita pada KLB campak tahun 1998 – 1999 juga menunjukkan proporsi terbesar pada kelompok umur 1 – 4 tahun dan S – 9 tahun dibandingkan pada kelompok umur yang lebih tua (10 – 14 tahun) grafik:7.
Pada kelompok KLB campak telah dilakukan pengambilan spesimen serologis dan urine untuk memastikan diagnosa lapangan dan mengetahui virus campak. Hasil pemeriksaan sampel serologis dan urine penderita campak pada 12 lokasi KLB campak di beberapa Daerah selama tahun 1998 – 1999 yang diperiksa oleh Puslit. Penyakit Menular Badan Litbangkes RI, menunjukkan IgM positif sekitar 70% – 100%, (tabel: l). Angka tersebut mengindikasikan ketajaman diagnosa campak dilapangan pada saat KLB berlangsung. Angka Fatalitas Kasus (AFP atau CFR) campak di Rumah Sakit maupun pada saat KLB terjadi selama tahun (1997 – 1999) cenderung meningkat, masing-masing dari 0,1% – 1,1% dan 1,7% – 2,4% (grafik 8). Kecenderungan peningkatan CFR ini perlu pengkajian yang mendalam dan koprehensive. Kesimpulan. Insidens Rate Campak dari data rutin selama tahun 1992 – 1998 di Indonesia cenderung menurun untuk semua kelompok umur. Penurutan paling tajam pada kelompok umur

Rabies

Rabies adalah penyakit zoonotik yang disebarkan oleh Virus Rabies ( Rhabdovirus ). Penyakit zoonotik lainnya adalah Toxoplasmosis, Japanese Encephalitis, Leptospirosis. Kota Jakarta sebenarnya sudah tidak ada rabies, namun terdapat resiko penduduk terkena Rabies melalui gigitan anjing, kucing atau kera dari uar Jakarta dan menunjukan gejala Rabies di Jakarta. Angka kematian ( fatalitas ) masih 100%. Penderita Rabies diisolasi secara ketat dalam ruangan khusus.
1. Penyakit Rabies disebabkan oleh virus rabies.
2. Rabies di Jawa Barat pertama kali ditemukan pada hewan tahun 1894, sampai saat ini masih belum dapat diberantas secara tuntas dan menyebabkan Jawa Barat merupakan satu-satunya propinsi di Pulau Jawa yang belum bebas dari penyakit rabies.
3. Penyakit rabies menular pada manusia melalui gigitan hewan penderita rabies atau dapat pula melalui luka yang terkena air liur hewan penderita rabies.

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN
1. Anjing peliharaan, tidak boleh dibiarkan lepas berkeliaran, harus didaftarkan ke Kantor Kepala Desa / Kelurahan atau Petugas Dinas Peternakan setempat.
2. Anjing harus diikat dengan rantai yang panjangnya tidak boleh lebih dari 2 meter.
3. Anjing yang hendak dibawa keluar halaman harus diikat dengan rantai tidak lebih dari 2 meter dan moncongnya harus menggunakan berangus (beronsong).
4. Pemilik anjing wajib untuk menvaksinasi rabies.
5. Anjing liar atau anjing yang diliarkan harus segera dilaporkan kepada petugas Dinas Peternakan atau Pos Kesehatan Hewan untuk diberantas / dimusnahkan.
6. Kurangi sumber makanan di tempat terbuka Untuk mengurangi anjing liar atau anjing yang diliarkan.
7. Daerah yang terbebas dari penyakit rabies, harus mencegah masuknya anjing, kucing, kera dan hewan sejenisnya dari daerah tertular rabies.
8. Masyarakat harus waspada terhadap anjing yang diliarkan dan segera melaporkannya kepada Petugas Dinas Peternakan atau Posko Rabies.

PENANGANAN HEWAN RABIES
1. Hewan yang telah menggigit manusia harus diusahakan tertangkap dan jangan dibunuh, laporkan kepada petugas Dinas Peternakan, Pos Kesehatan Hewan atau diserahkan langsung kepada Dinas Peternakan setempat untuk dilakukan observasi selama 14 hari.
2. Hewan yang telah menggigit manusia dan tertangkap tetapi terpaksa dibunuh atau mati, kepalanya harus diserahkan kepada Dinas Peternakan setempat sebagai bahan pemeriksaan laboratorium.

GEJALA PENYAKIT RABIES
1. Hewan yang menjadi garang atau ganas ( furious rabies)
2. Sikap hewan tenang ( dum rabies )

TINDAKAN PADA ORANG YANG DIGIGIT HEWAN TERSANGKA RABIES
1. Cuci luka bekas gigitan dengan sabun kemudian keringkan dengan lap yang bersih atau kapas.
2. Luka yang sudah bersih dan kering diberi alkohol 70% kemudian diberi obat merah , Iodium atau Betadine. Penderita segera dikirim ke Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat

IMUNISASI

Apa yang seharusnya diketahui oleh setiap keluarga dan masyarakat mengenai imunisasi ?. Tanpa Imunisasi, Kira-kira 3 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit campak. 2 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena batuk rejan. 1 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit tetanus. Dan dari setiap 200.000 anak, 1 akan menderita penyakit polio. Imunisasi yang dilakukan dengan memberikan vaksin tertentu akan melindungi anak terhadap penyakir-penyakit tertentu. Walaupun pada saat ini fasilitas pelayanan untuk vaksinasi ini telah tersedia di masyarakat, tetapi tidak semua bayi telah dibawa untuk mendapatkan imunisasi yang lengkap. Bilamana fasilitas pelayanan kesehatan tidak dapat memberikan Imunisasi dengan pertimbangan tertentu, orang tua dapat menghubungi seseorang Dokter (Dokter Spesialis Anak) untuk mendapatkannya.Tujuan Imunisasi:Untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit.

Manfaat Imunisasi:
(1)Untuk Anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian.
(2)Untuk Keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.
(3)Untuk Negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara. Perlukah Imunisasi ulang?Imunisasi perlu diulang untuk mempertahankan agar kekebalan dapat tetap melindungi terhadap paparan bibit penyakit.

Dimana mendapatkan imunisasi?
(1)Di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).
(2)Di Puskesmas, Rumah Sakit Bersalin, BKIA atau Rumah Sakit Pemerintah.
(3)Di Praktek Dokter/Bidan atau Rumah Sakit Swasta.

Apakah Imunisasi Difteri, Pertusis (Batuk Rejan), Tetanus (DPT) dapat diberikan bersama-sama Imunisasi polio? Imunisasi DPTdan polio dapat diberikan bersamaan waktunya.

Efek samping Imunisasi:
Imunisasi kadang dapat mengakibatkan efek samping. Ini adalah tanda baik yan membuktikan bahwa vaksin betuk-betul bekerja secara tepat.
Efek samping yang biasa terjadi adalah sebaagai berikut:

BCG:
Setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan kecil dan merah ditempat suntikan. Setelah 2 – 3 minggu kemudian pembengkakan menjadi abses kecil dan kemudian menjadi luka dengan garis tengah ± 10 mm. Luka akan sembuh sendiri dengan meninggalkan luka parut yang kecil.

DPT:
Kebanyakan bayi menderita panas pada waktu sore hari setelah mendapatkan imunisasi DPT, tetapi panas akan turun dan hilang dalam waktu 2 hari. Sebagian besar merasa nyeri, sakit, merah atau bengkak di tempat suntikan. Keadaan ini tidak berbahaya dan tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus, akan sembuh sendiri. Bila gejala tersebut tidak timbul tidak perlu diragukan bahwa imunisasi tersebut tidak memberikan perlindungan dan Imunisasi tidak perlu diulang.

POLIO:
Jarang timbuk efek samping.

CAMPAK:
Anak mungkin panas, kadang disertai dengan kemerahan 4 – 10 hari sesudah penyuntikan.

HEPATITIS:
Belum pernah dilaporkan adanya efek samping.Perlukah pemerikasaan darah sebelum pemberian Imunisasi Hepatitis?Untuk bayi berumur lebih dari 1 tahun seyogyanya dilakukan pemerikasaan darah.

TETANUS TOXOID:
Efek samping TT untuk ibu hamil tidak ada. Perlu diingat efek samping imunisasi jauh lebih ringan dari pada efek penyakit bila bayi tidak diimunisasi.Untuk apakah Imunisasi ini?Kelompok yang paling penting untuk mendapatkan Imunisasi Imunisasi adalah bayi dan balita karena meraka yang paling peka terhadap penyakit dan ibu-ibu hamil serta wanita usia subur. Apakah Imunisasi Dasar dan beberapa kali diberikan?Imunisasi Dasar diberikan untuk mendapat kekebalan awal secara aktif.Kekebalan Imunisasi Dasar perlu diulang pada DPT, Polio, Hepatitis agar dapat melindungi dari paparan penyakit.Pemberian Imunisasi Dasar pada Campak, BCG, tidak perlu diulang karena kekebalan yang diperoleh dapat melindungi dari paparan bibit penyakit dalam waktu cukup lama.(dari berbagai sumber)

Mengenal Demam Tiphoid

Penyakit Demam Tifoid adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Salmonella Typhi yang masuk melalui saluran pencernaan dan menyebar keseluruh tubuh ( sistemik), Bakteri ini akan berkembang biak di kelenjar getah bening usus dan kemudian masuk kedalam darah sehingga meyebabkan penyebaran kuman dalam darah dan selanjutnya terjadilah peyebaran kuman kedalam limpa, kantung empedu, hati, paru-paru, selaput otak dan sebagainya. Gejala-gejalanya adalah : Demam, dapat berlangsung terus menerus. Minggu Pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore / malam hari. Minggu Kedua, Penderita terus dalam keadaan demam. Minggu ketiga, suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali diakhir minggu. Gangguan Pada Saluran Pencernaan, Nafas tak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah ditutupi selaput lendir kotor, ujung dan tepinya kemerahan. Bisa juga perut kembung, hati dan limpa membesar serta timbul rasa nyeri bila diraba. Biasanya sulit buang air besar, tetapi mungkin pula normal dan bahkan dapat terjadi diare. Gangguan Kesadaran, Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak seberapa dalam, yaitu menjadi apatis ( acuh tak acuh) sampai somnolen ( mengantuk ) Bakteri ini disebarkan melalui tinja. Muntahan, dan urin orang yang terinfeksi demam tofoid, yang kemudian secara pasif terbawa oleh lalat melalui perantara kaki-kakinya dari kakus kedapur, dan mengkontaminasi makanan dan minuman, sayuran ataupun buah-buahan segar. Mengkonsumsi makanan / minuman yang tercemar demikian dapat menyebabkan manusia terkena infeksi demam tifoid. Salah satu cara pencegahannya adalah dengan memberikan vaksinasi yang dapat melindungi seseorang selama 3 tahun dari penyakit Demam Tifoid yang disebabkan oleh Salmonella Typhi. Pemberian vaksinasi ini hampir tidak menimbulkan efek samping dan kadang-kadang mengakibatkan sedikit rasa sakit pada bekas suntikan yang akan segera hilang kemudian.